PACAR KHAYALAN
Ting… ting… ting… lonceng
tanda pelajaran telah usai akhirnya berbunyi. Semua anak langsung
bergegas keluar kelas sambil merapikan peralatan tulis menulisnya.
Seperti biasa, setelah mendengar ceramah dari guru piket Sari
langsung pulang ke rumah. Siang itu agak mendung, sepertinya akan
turun hujan. Sari mempercepat langkah kakinya agar cepat sampai di
tempat pemberhentian mobil yang jaraknya kurang lebih 500 m dari
sekolahnya.
Sari mengangkat jarinya pada
sebuah mobil yang mengarah padanya. Mobil itu pun berhenti tepat di
samping Sari. Ia langsung masuk ke dalam mobil dan kemudian pulang.
Sari masuk ke kamar, mengganti pakaiannya kemudian ia menuju ke ruang
makan. Tiitt.. tiitt.. handphone Sari berbunyi. Namun ia tak
menghiraukannya. Ia lebih memilih untuk menghabiskan makanannya
terlebih dahulu. Dan byurrr… akhirnya langitpun menangis. Untung,
Sari telah tiba di rumahnya.
Selesai makan, baru Sari melihat
handphonenya. “Nomor baru lagi” kata Sari dalam hati. Maaf, boleh
tau ini dengan siapa? Balas Sari via Message. Ia kemudian menuggu
balasan. Tak berapa lama Hpnya berbunyi. Ternyata orang yang mengirim
sms tadi adalah Alex kakak kelasnya sendiri. Begitulah namanya. Alex
adalah seorang siswa yang berbakat di sekolah. Dia gemar sekali
membuat puisi. Ia luga lebih senang menghabiskan waktu luangnya untuk
belajar dari pada bermain. Ia berasal dari keluarga yang tak
berkecukupan. Ayahnya seorang tukang ojek sedangkan ibunya hanya
melakukan pekerjaan rumah tangga saja. Meskipun begitu, Alex tak
pernah mengeluh dengan keadaaan keluarganya. Mereka berdua ahirnya
berkenalan. “Dapet nomerku dari mana kak?” tanya Sari. Dari teman
kelas kakak sendiri” balas Alex. “Oh, gitu ya?” tanya Sari
lagi. “Iya” jawab Alex singkat.
Seminggu telah berlalu. Mereka
berdua kini telah menjadi teman dekat, meskipun hanya sekedar sms-an.
Meski sering bertemu di sekolah, namum mereka berdua jarang sekali
berbicara antar muka. Alex senang bisa berkenalan dengan Sari. Ya,
Sari memang anak yang cekatan juga, selain parasnya cantik. Rambut
panjang kemilaunya itu selalu memikat stiap mata yang tertuju
padanya. Setiap orang yang berpapasan dengannya tak dapat menghindar
dari pancaran bola matanya yang begitu indah.
“Selamat pagi pak” sapa
seseorang separuh baya pada pak Tony, Guru piket hari itu. “Selamat
pagi juga. Ada yang bisa saya bantu?” jawab guru tersebut. “Begini
pak, kedatangan saya ke sini utnuk mengantarkan tugas buat anak saya,
Sari” balas orang tersebut sambil menyodorkan beberapa helai kertas
yang telah dijepit kepada guru itu. “Baik pak, nanti saya berikan”.
Setelah memberikan tugas anaknya, bapak itu segera pulang.
“Alex! Alex!” panggil pak
Toni. “Iya Pak!” jawab Alex setengah berlari. “Ada apa Pak?”
tanya Alex. “Tolong kamu antarkan ini buat Sari. Katakana bahwa ini
tugasnya. Ini baru saja diterima dari bapaknya” kata Pak Tony.
“Baik pak!” Alex berjalan perlahan menuju kelas Sari yang Berada
di ujung sekolah. Hati Alex deg-degan. Ia sendiri tidak tahu mengapa?
Tapi ia tak mau membuat dirinya gugup bertemu dengan Sari.
Pandangan Alex meyebar ke
seluruh ruangan yang ia tuju. Ia terus mencari di mana Sari duduk.
Ternyata Sari berada tepat di samping kanannya. “Permisi” sapa
Alex. Sari sempat kaget mendengar sapaan tersebut, ia mengangkat
wajahnya dan mencoba menatap pada orang yang berada di sampingnya.
“Kakak!” seru Sari “Sari ini tugasmu. Tadi diantar oleh
bapakmu. Makasi ya??” sambung Alex. “Makasi? Bukannya sebaliknya
aku yang mengucapkan terima kasih pada kakak??” tanya Sari dengan
binggung. Alex hanya tersenyum kecil. ”Makasi ya kak?” seru Sari.
“Sama-sama” balas Alex sambil meninggalkan ruangan tersebut.
Ini pertama kalinya Alex bertemu
dengan Sari di kelas. “Kenapa tadi jantugnku berdebar tidak karuan
ya?? Aku baru pertama mengalami hal ini?” katanya dalam hati. “Ah
pusing amat, yang penting tugasnya telah sampai. Aku merasa senang”
lanjutnya.
Sekarang Alex sibuk sekali
dengan belajar karena beberapa hari lagi ia akan mengikuti ujian
sekolah dan ujian Nasional. Sebagian besar waktunya ia gunakan untuk
belajar agar bias mencapai hasil yang yang memuaskan.
Hari ini hari pertama bagi Alex
untuk menghadapi medan pertempuran, yakni ujian sekolah. “Semoga
semuanya berjalan dengan lancar Tuhan” Alex berdoa dalam hati. Alex
berhasil melewati masa ujian sekolah dengan baik dan hasilnya juga
memuaskan.
Kini tiba saatnya untuk
menghadapi “The Real
Battle”. The
National Examination.
Semua peserta ujian berkumpul di depan ruang ujian masing-masing
sambil berbaris memanjang ke belakang. Pengawas kini mulai membacakan
nama-nama peserta ujian dan mempersilahkan mereka masuk ruangan.
“Nah, anak-anak, sebelum kita mulai, mari kita berdoa menurut agama
dan keyakinan kita masing-masing agar ujian ini berjalan lancar dan
tidak ada gangguan.” ajak pengawas. Semua peserta ujian kemudian
menundukan kepala mereka dan berdoa pun dimulai.
“Akhirnya hari untuk
mengumumkan hasil ujian telah tiba. Semua siswa berkumpul di dalam
ruangan untuk mendengar hasil. Sebagian lagi berada di luar. Semua
peserta merasa deg-degan saat itu. Mereka menundukan kepala. Suasana
saat hening. Kini pak kepala sekolah telah berada di hadapan mereka
semua dengan membawa sebuah amplop coklat. Dari amplop coklat
tersebut, beliau mengeluarkan selembar kertas putih yang berisikan
hasil dari ujian tersebut.
“Horeeeee…!!!” seru mereka
secara serempak ketika mendengar bahwa mereka semua dinyatakan lulus.
Air mata haru dan bahagia pun mengucur keluar dari beberapa anak.
Itu merupakan ekpresi dari ucapan syukur mereka. Seragam mereka yang
semula putih bersih, kini telah penuh dengan warna warni. Di seragam
mereka terpampang dengan jelas kata “LULUS” dengan senyuman kecil
di samping tulisan tersebut. “Selamat ya kak” seru seseorang pada
alex. Alex membalikan badan dan menatap orang tersebut. Ternyata Sari
telah berada di depannya. “Terima kasih dik” balas Alex sambil
mererka berdua berjabat tangan. “Smile” seru Andy, teman kelas
Alex kepada mereka berdua. Sari dan Alex kemudian mengambil sikap
yang pas untuk difoto, sebagai kenangan. “Oh ya dik, boleh minta
tanda tangannya? Di baju ini?” pinta Alex. “Boleh kak” balas
Sari. Sari mengambil pena dan kemudian mulai mengukir tanda
tangannya. Setelah selesai mereka berdua berpisah.
Malam harinya akan diadakan
acara temu pisah dengan Kakak kelas yang baru saja dinyatakan lulus.
Acaranya dimulai tepat pukul 19.00, bertempat di sekolah mereka
sendiri. Sari membeli sebuah Topi warna hitam dengan sedikit
kolaborasi warna biru di depan dan samping topi itu. Ia akan
memberikan topi itu saat perpisahan dengan Alex.
Kini jam dinding di Rumah Alex
telah menunjukkan pukul 18.30. Alex telah bersiap-siap untuk pergi ke
sekolah, tempat di mana acaranya akan dilaksanakan. Ia memakai baju
putih yang bergambar tengkorak, celana jeans hitam serta sepatu putih
kebanggaannya. Ia terlihat begitu rapi dengan gaya rambut yang
disisir ke depan.
Tinggal lima menit lagi acara
akan segera dimulai. Alex terlihat gelisah. Dari tadi ia terus
menatap setiap anak yang datang ke acara itu. “Kamu kenapa Lex?”
tanya Andy yang telah memerhatikannya dari tadi. “Menunggu
seseorang” balasnya singkat.
Acara akhirnya dilaksanakan.
Alex masih saja merasa cemas. “Sari kog tidak kelihatan? Apa Ia
tidak datang hari ini?” tanya Alex pada dirinya sendiri. Tiba-tiba,
hpnya bergetar. Ia segera mengeluarkannya. Ternyata itu sms dari
Sari. “Maaf ya kak, aku tidak bisa hadir malam ini. Sebenarnya aku
ingin hadir sekali, tapi aku tak diberi izin oleh ibuku. Aku anak
perempuan satu-satunya, jadi sangat dijaga ketat. Oh iya, aku ada
titipan buat kakak. Kakak bisa ambil dari Ani, temanku. Sekali lagi
aku minta maaf ya tidak bisa datang malam ini. Alex sebenarnya sangat
mengharapkan kedatangan Sari malam itu, tapi pupus sudah semua
harapannya setelah membaca sms Sari tadi. Ia kemudian dikejutkan
dengan suara seseorang yang memanggil namanya. “Ini kak, ada
titipan buat kamu. Dari Sari.” kata seorang perempuan yang memakai
gaun putih panjang beserta topi bundar berwarna merah di kepalanya.
Alex menerima titipan itu sambil berkata “Terima kasih” kemudian
ia mengenakannya. Meskipun Sari tak hadir, acara tetap saja
berlangsung.
Alex membuat janji untuk ketemu
dengan Sari keesokan harinya di sekolah karena ada sesuatu yang ingin
diberi alex. Apa yang diterima Sari? Sebuah kartu berwana merah.
Berbentuk pesegi panjang yang dihias sedemikian rupa sehingga enak
dilihat, yang bertuliskan namanya sendiri. Disertai dengan sebuah
kalung dari kerang-kerangan. Alex kemudian mengucapkan salam
perpisahan padanya, karena sebentar lagi ia akan berangkat untuk
melanjutkan studinya. Sari kemudian memeluk alex dan berkata
“Hati-hati di jalan ya kak? Semooga apa yang kakak impikan dapat
terwujud.” Sari tak tahu mengapa ia bisa memeluk Alex. Ia menjadi
bingung apakah itu sebuah pelukan persahabatan atau pelukan cinta.
Alex juga mebalas pelukannya.
Sari berjalan ke kelasnya. Ia
tak mampu lagi membendung air mata yang telah berada di ujung pelupuk
matanya. Air matanya keluar perlahan membasahi wajahnya. Ia tak mau
agar Alex melihatnya menangis. Ia tak rela membiarkan Alex pergi,
tapi ia harus melakukannya. Itu yang terbaik untuk Alex. Pagi itu
memang kelihatan masih sepi. Sehingga tak ada orang yang melihat Sari
menangis. Sari duduk seorang diri di dalam kelas sambil menatap
hadiah yang baru saja dia terima dari Alex. Ini kali pertamanya ia
menerima hadiah dari seorang cowok. Ia merasa begitu senang.
Sesampai di rumah, Sari
kemudian masuk ke kamarnya. Ia kemudian meletakan tas di atas meja
belajarnya kemudian duduk di atas tempat tidur sambil memegang boneka
Tazmania kesayangannya. Sari sebenarnya telah menyukai Alex, karena
sosoknya yang periang, selalu tersenyum dengan siapa saja, dewasa dan
pengertian. Ia juga baik hati. Sari merasa nyaman bersama Alex.
Sifat Alex juga sebagian besar memilki kesamaan dengannya. Ia ingin
sekali mengungkapkan perasaannya kepadanya Alex, tapi ia tak sanggup.
“Aku sebenarnya ingin memberi tahu rasa ini padamu, tapi aku ingin
agar kamu yang bicara duluan” katanya dalam hati. Hal ini membuat
sari dilema. Sari adalah seorang yang pendiam, yang sulit sekali tuk
ungkapkan perasaannya pada orang lain. Dia tipe orang yang tak banyak
berbicara tapi banyak bertindak. Sifatnya di rumah sangat berbeda
saat ia berada di sekolah.
Sari akhirnya mengajak Tasya,
teman sekaligus adiknya untuk saling berbagi. Ia mengungkapkan semua
yang ia rasakan pada tasya. “Begitulah yang ku rasakan saat ini.
Apa pendapatmu?” tanya Sari. “jika dia cinta padamu pasti dia
akan mengungkapkannya. Cepat atau lambat kita akan tahu jawabannya.
Mungkin dia butuh waktu untuk merasakannya” jawab Tasya. “Betul
juga apa katamu” sambung Sari membenarkan pernyataan tasya. Hati
Sari kini perlahan mulai tenang. Sari juga baru pertama kali
merasakan yang namanya jatuh cinta. Selama ini ia tak menaruh sedikit
perasaan pada setiap cowok yang berteman dengannya. Alex adalah orang
yang beruntung karena telah membuat sari jatuh cinta padanya. Mungkin
karena sari merasa nyaman bersama dengan alex.
Sementara itu, Alex kini tengah
mengikuti seleksi untuk masuk ke salah satu perguruan tinggi negeri.
Hari-harinya kini tak seperti lagi dengan biasanya. Ia tinggal
bersama dengan temannya, Leo. Leo adalah seorang anak yang sangat
rajin.
“Jalan yuk lex” ajak Leo.
“Tapi ke mana?” tanya Alex. “Ke mana aja boleh” jawab Leo.
Keduanya langsung bergerak. Mereka naik sebuah angkutan kota.
Tujuannya pergi sebuah swalayan ternama di kota itu. Leo lebih
mengenal kota itu dari pada Alex, karena sewaktu kecil ia tinggal
bersama dengan pamannya selama 6 tahun.
“Berhenti pak!” teriak Leo
pada pak supir. Leo dan Alex turun dari angkutan tersebut dan
melanjutkan perjalanannya. Tempat yang mereka tuju tak jauh dari
tempat di mana mereka berhenti. “Gimana dengan kabar Sari lex?”
tanya Leo membuka pembicaraan. “Aku belum sempat tanya kabarnya.
Lagian pulsaku juga tak banyak. Cuma tinggal Rp. 2.200 aja. Ku pakai
untuk hal-hal penting” jawab Alex. “Boleh pinjam hpmu” pinta
Leo. Alex menyetujui permintaannya. Tanpa Alex sadari, Leo kemudian
mengirim pesan buat Sari. Setelah selesai dengan pekerjaannya, Leo
mengembalikan lagi hp milik Alex. Mereka membeli peralatan mandi dan
beberapa bahan makanan di sana. Setelah selesai, mereka berdua
langsung pulang.
Tiba-tiba Alex merasakan ada
sesuatu yang bergetar di saku celananya. Ia kemudian segera
mengeluarkan hp dari saku celana jeans sebelah kanannya. Terlihat
dengan jelas nama Sari yang muncul di layar depan. Jari-jarinya
dengan cepat menekan tombol pembuka kunci dan kemudian membaca pesan
singkat yang baru saja diterimanya.
“Kakak, kenapa kakak tega
berbuat begitu padaku. Aku kira kakak beda dari semua teman-teman
yang pernah aku kenal. Tetapi ternyata aku salah. Salah telah menilai
kakak. Kakak sama saja dengan semua temanku. Berteman denganku hanya
ada maunya. Aku benci sama kakak!” Alex menjadi sangat terkejut
setelah membaca sms tersebut. Ia tak tahu mengapa sampai Sari bisa
berbicara begitu padanya. Padahal Alex sama sekali tak berbuat
demikian. Pandangan Alex langsung tertuju pada Leo. Leo menatap Alex
dengan bingung. “Tadi kamu kirim sms apa buat sari?” tanya Alex
dengan nada agak kesal. “Tak ada apa-apa, cuma sekedar untuk minta
isi pulsa. Itu aja” jawab Leo dengan santai tanpa mengetahui apa
yang telah terjadi. “Kenapa kirim sms begitu? Aduhhh… sekarang
dia jadi marah kan? Di tak suka kalau dia tahu kita berteman
dengannya hanya untuk dimanfaatin. Leo.. leo…” Alex berkata
dengan suara sangat pelan, seakan dia kekurangan asupan oksigen. Alex
tahu betul apa yang disukai dan yang tidak disukai Sari.
Dengan tak bersemangat Alex
membalas sms dari Sari. Jari-jarinya seakan sulit sekali untuk
digerakan. Ia seperti tak punya tenaga lagi. “Maaf dik, tadi itu
bukan kakak yang sms tapi teman kakak, Leo.”
Alex kini hanya bisa menunggu
balasan apa yang akan ia dapat. Dan tak lama..
“Kakak, anggap saja kita tak
pernah ketemu. Kakak tak kenal aku, dan aku tak kenal kakak. Kita
mulai dari nol kembali” begitulah teks yang ia terima dari Sari,
gadis cantik berambut panjang itu. Alex kemudian menelpon Sari dengan
tujuan agar lebih memperjelas masalahnya. Karena itu cuma salah
paham. Alex sama sekali tak ada maskud untuk memanfaatin sari.
Ia mencoba untuk menelpon, tapi
semua percuma. Sari tak menjawab panggilannya tersebut. Dan setelah
ia mencoba lagi, apa yang terjadi? Handphone milik Sari telah berada
di luar jangkauan alias tak aktif lagi. Leo terus meminta maaf kepada
Alex. Berusaha agar Alex mau memaafkannya. Ingin sekali rasanya Alex
memarahi Leo, tapi apa daya? Ia tak sanggup. Semuanya telah terjadi
dan itu tak bisa diubah. Alex juga sadar ini bukan salah Leo. Ini
hanya salah paham.
Satu minggu sudah tak ada
percakapan antara Sari dan Alex. Alex merasa sangat bersalah sekali
telah mengecewakan Sari, yang telah dia anggap sebagai adik sekaligus
sahabat baiknya sendiri. Kini hilang sudah semua kepercayaan yang
telah diberikan Sari padanya. Alex tak berhenti memikirkan keadaan
Sari saat ini. Selama hidupnya, ia tak pernah menyakiti perasaan
seseorang seperti ini. Hari itu juga, Alex mendengar hasil testnya.
Ternyata ia belum berhasil. Ia memutuskan untuk balik kembali ke kota
tercintanya.
Ketika hendak pergi ke pasar,
Alex sempat melihat Sari yang baru saja pulang dari rumah temannya.
Alex pun memanggilnya, tapi Sari sama sekali tidak peduli dengannya.
Ia seakan tak mendengar suara Alex. Ya, memang betul. Sari masih
belum bisa untuk memaafkan Alex. Begitu pula saat pulang Gereja. Alex
berusaha mengejar Sari untuk meminta maaf, tapi sekali lagi Sari
memilih untuk mempercepat langkahnya dan tak mau berjumpa dengan
Alex. Padahal hati kecilnya ingin sekali bertemu. Alex maklum kenapa
Sari bisa berbuat demikian.
“Kakak
sama sekali tak mengerti dengan perasaanku ya? Aku itu suka sekali
sama kamu kak. Aku tak bisa membohongi perasanku ini. Tak tahukah
kamu bahwa kakak telah melukai hatiku? Sakit banget rasanya kak!
Sakiiiiiit banget. Aku sebel sama kakak, sebeeellll sekali! Kenapa
kakak tega berbuat demikian? Tak tahukah bahwa aku ini sangat
mencintaimu. Apa yang perlu aku lakukan untuk bisa membuktikan cinta
ku ini padamu kak? Apa? Kalau ada tolong katakan. Tolooong. Tapi kini
harapanku pada kakak musnah sudah. Setelah kakak menyakiti hatiku.
Tak tahukah bahwa aku menangis semalaman ? Karena kakak mau pergi?
Tahukah kakak bahwa aku sangat bahagia saat menerima semua hadiah
yang kakak berikan padaku? Tak tahu bahwa aku juga menangis saat
menulis kata-kata yang aku kirimkan buat kakak beberapa minggu yang
lalu? Tak tahukah kakak bahwa kakak selalu menghiasi dunia mimpiku
setiap malam? Kak, aku hanya ingin kakak tahu apa yang ku rasakan
ini” kata sari pada dirinya sendiri dalam kamarnya. Ia meluapkkan
semua amrarahnya dengan memukul bantal tak jelas.
Seminggu sudah kedatangan Alex
di rumahnya. Namun ia terlihat begitu murung sekali. Tak seperti
biasanya. Apa lagi kalau bukan memikirkan Sari. Hatinya tak bisa
tenang sebelum mendapatkan kata maaf dari Sari. Ia selalu berusaha,
tapi hasilnya nihil. Hubungan mereka berdua kini tak dekat seperti
dulu lagi. Alex mencoba mencari pekerjaan. Ia akhirnya diterima di
sebuah hotel berbekal dengan kemampuan bahasa asing yang ia miliki.
Ia berkenalan dengan seorang gadis cantik. Ia memilki senyuman indah
dan pandangan mata yang memesona juga, layaknya Sari. Ia menjadi
pelayan di restoran. Namanya, Nia. Alex jatuh cinta pada Nia saat
jumpa pertama. Ia tak dapat berpaling dari tatapan indah Nia yang
begitu memikat hatinya.
Kedekatan antara Alex dan Nia di
ketahui juga oleh sari. Sari sangat sakit hati sekali saat melihat
mereka berdua berjalan bersama. Ya, ia memang tak bisa membohongi
perasaannya bahwa ia masih mencintai Alex, meskipun Alex telah
melukai hatinya, hatinya seakan patah berkeping-keping. Pecahan
hatinya berhamburan di lantai. Ia begitu kecewa sekali saat
mengetahui bahwa orang yang ia cintai berjalan bersama dengan orang
lain. Mengetahui bahwa Alex tak membalas perasaannya. Ia kemudian
sadar bahwa cinta itu memang tak bisa dipaksakan. Ia merelakannya,
meski dia tak bisa menahan pedih hatinya. Betapa sakit relung
hatinya.
“Sari!” panggil seseorang
dari jauh saat sari hendak menuju rumahnya. Sari familiar sekali
dengan suara itu, tapi siapa? Saat membalikkan badannya, Sari
terkejut karena yang memanggilnya adalah Alex. Orang yang selalu
hadir dalam setiap pikirannya. Orang yang selalu membuat ia merasa
nyaman, orang yang menjadi pujaan hatinya. “Ka…” Sari tak mampu
melanjutkan kata-katanya. “Apa adik masih marah sama kakak? Kog
setiap kali kakak panggil tak dijawab, cuek dengan kakak. Apa
masalah kemarin masih membuat adik tertekan? Kalau memang iya, kakak
minta maaf dari ujung rambut sampai ke telapak kaki adik. Kakak
sebenarnya bukan bermaksud untuk menyakiti adik. Kakak sama sekali
tida punya niat seperti itu. Percayalah! Sekali lagi kakak minta maaf
ya?” pinta Alex pada Sari yang dari tadi masih menundukan wajahnya.
Untuk beberapa saat suasana
menjadi tenang. Tak ada yang berbicara. “Tidak lagi kak”
begitulah kata yang keluar dari bibir mungil Sari. “Makasih banyak
ya dik” kata Alex dengan girang. Ia ingin sekali memeluk Sari tapi
ia lebih memilih untuk menahan emosinya. “Masih ada lagi yang
diomongin lagi tidak kak?” tanya Sari. “Kalo tidak ada, aku pamit
pulang ya kak” sambung Sari. “Masih ada dik” jawab Alex. “Kita
masih berteman kan? Masih bisa seperti dulu lagi kan?” kini giliran
Alex yang bertanya. “Masih kak” balas Sari. “Kamu memang adik
yang baik dan paling ku sayang” ungkap pria baik hati ini. Setelah
selesai mengobrol, mereka berdua berpisah dan kembali ke rumah
masing-masing.
Sari harus menerima kenyataan
bahwa selama ini Alex hanya menganggap dia sebagai adik tersayang.
Tidak lebih dari itu. Begitu sakit mendengar kata-kata itu saat
pertemuan tadi. Ini memang tak adil, tapi ini juga kenyataannya.
Sulit sekali rasanya melepaskan orang yang dia sayang pergi bersama
dengan orang lain setelah dia merasa nyaman saat berada bersama Alex.
“Jika memang semua harus begini, aku terima walau sakit hati. Kak,
kau hanya pacar khayalanku saja. Aku hanya bisa bertemu denganmu
lewat angan-anganku aja. Semoga kau bahagia dengan pilihan haitmu
sendiri. Sudah cukup bagiku untuk melihatmu tersenyum. Ku titip dia
untukmu Nia” seru Sari dalam hatinya.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar