WHY
DO WE BREAK UP?
Hari
begitu gelap. Sang surya telah kembali ke peraduannya. Tak ada
satupun sinar bintang terpanjar dari langit malam. Hanya terdengar
suara petir yang menyambar, disusul suara guntur yang menggelegar di
telinga. Rina masih saja duduk terdiam di ruang keluarga. Kedua
tangannya menggapai lutut. Ia terlihat begitu murung. Tak berdaya
sama sekali.
“Kamu
di mana? Aku kangen banget sama kamu! Kamu hilang bagai ditelan bumi.
Nggak ada kabar sama sekali!!”
Kejadian
itupun teringat kembali di benak Rina. Rina memanggil Lee, saaat ia
sedang lari sore bersama Dina, temannya. Tapi panggilannya sama
sekali tidak dihiraukan oleh Lee. Rina jadi sedih sekali. Dia
dicuekin begitu saja. Sebagai perempuan, ia merasa tidak diperhatikan
oleh pujaan hatinya sendiri. Tapi Rina tak mengetahui bahwa di saat
itu Lee sedang memakai headset di telinganya. Mendengar lagu dengan
volume tertinggi. Lee mencoba tuk menjelaskan, tapi Rina bersikeras
untuk mendengarkan. Dengan berat hati Lee meninggalkan Rina.
Lee
berusaha untuk tidak menghubungi Rina untuk sementara waktu. Mungkin
dengan begitu, Rina bisa menenangkan pikirannya yang penuh dengan
emosi. Dan sampai sekarang Rina masih belum bisa mengontrol emosinya.
Rina
beranjak dari tempat duduknya, kemudian masuk ke dalam kamar.
“Makan
dulu nak!” teriak ibunya dari sebelah kamar.
“Aku
uda kenyang ma.” Balas Rina lalu menutup rapat pintu kamarnya.
Sebenarnya Rina sama sekali belum makan. Selera makannnya menjadi
hilang karena terlalu memikirkan Lee, orang yang sangat ia cintai.
Alunan
melodi mulai merambat ke telinga Rina. Melodi yang begitu pelan tapi
sangat menghanyutkan. Liriknya sangat menyentuh hati Rina. Persis
seperti yang ia rasakan sekarang. Air matanya pun mengalir keluar
membasahi wajah cantiknya. Seakan langit mengetahui apa yang ia
rasakan sehingga ia juga meneteskan air mata.
------
“Heyy..!!”
suara itu tiba-tiba mengejutkan Rina.
“Kamu
ngapain di sini?” sambungnya lagi. Ia kemudian duduk di samping
Rina.
“Indra!!”
sebut Rina dengan terkejut.
Pemuda
itu hanya tersenyum manis kepadanya.
“Kapan
kamu datang?” tanya Rina.
“Tadi
pagi. Kebetulan libur jadi ku sempatkan diri untuk melihatmu. Ku
pikir kamu ada di rumah, jadi aku langsung menuju ke sana. Tapi
ternyata tak ada. Jadi aku lihat di sini aja. Ternyata dugaaanku tak
pernah lari dari kenyataan yang ada.”
Rina
hanya terseyum kecil. Itu senyuman pertama yang terpampang di
wajahnya semenjak pertengkaran dengan Lee. Indra, adalah teman dekat
Rina sewaktu SMP. Sayang, ia harus berpisah dengan Rina karena tugas
ayahnya di luar kota. Tapi itu tak membuat tali persahabatan mereka
putus.
“Kamu
lagi sedih ya?’
“Nggak
kog!” kata Rina, mencoba mengelak dari kenyatan yang sementara ini
ia hadapi.
“Uda,
kamu nggak bisa bohong sama aku. Itu terlihat jelas sekali di raut
wajahmu. Setiap kali kamu sedih, pasti kamu datang ke pantai kan? Ya
seperti sekarang ini? Aku uda kenal lama sama kamu. Jadi meskipun
kamu berusaha tersenyum kepadaku, ngerasa bahwa kamu baik-baik
saja, itu takan berguna tahu? Dibalik senyum manismu tersirat sebuah
kesedihan yang berusaha kau sembunyikan. Kau berusaha tegar di mata
orang, tapi sebenarnya tidak! Kau berusaha mengatakan bahwa kau tak
punya masalah. Tapi tidak di mataku. Jadi cerita saja. Aku ini
temanmu kan? Apa salahnya jika kamu berbagi, mungkin dengan begitu
kita bisa mencari jalan keluar bersama”
Rina
hanya terdiam. Suasana menjadi hening untuk sementara. Kata-kata
Indra memang benar tak pernah meleset dalam menebak apa yang sedang
Rina rasakan.
“Aku
lagi marahan sama Lee.” kata Rina mulai perlahan. Rina mulai
menjelaskan masalah yang kini ia hadapi. Wajahnya mulai tampak sedih
saat harus mengutarakannya.
“Pacar
kamu?”
Rina
hanya menganggukan kepalanya saja.
“Jujur,
aku belum tahu Lee orangnya seperti apa dan bagaimana sikapnya. Aku
juga belum bertemu dengan dia secara langsung. Akan tetapi sebagai
cowok, sudah tentu aku tahu apa yang kini ia rasakan. Dan aku jamin
ini takan berlangsung lama kog. Jika dia mencintaimu, pasti ia akan
datang menghampirimu dan mengucapkan maaf. Oh ya, aku harap kamu
jangan terlalu lama bersedih ya? Banyak hal yang masih bisa kamu
lakukan. Percayalah, hari esok pasti akan lebih baik dari hari ini.
Kita tinggal menjalaninya saja bukan? Kalau dalam pacaran, harus ada
yang mau mengalah. Jangan kita mempertahankan ego kita masing-masing.
Malah itu akan membuat jembatan cinta yang telah kita bangun bersama
dengan orang yang kita cintai runtuh. Aku yakin kamu tak mau hal itu
terjadi kan?” jelas Indra panjang lebar. Rina menganggukan
kepalanya sekali lagi.
“Kalau
aku lagi kesal, aku sering kemari sambil melakukan ini.” kata indra
sambil berdiri mengambil sebuah batu yang permukaanya datar dan
melemparkannya ke atas permukaan air. Batu tersebut memantul beberapa
kali di atas permukaan air, sebelum akhirnya tenggelam ke dasar laut.
“Kamu
harus coba. Dijamin bisa sedikit hilangin rasa marah dan sedih kamu.”
sambungya lagi.
Rina
pun mencoba saran yang diberikan. Ia sedikit merasa lega saat
melakukannya. Seeakan perasaanya ikut pergi bersama batu yang
dilemparnya, kemudian tenggelam dan tak terlihat lagi. Indra datang
di waktu yang tepat. Memang semuia telah direncanakanNya. Rencananya
selalu indah tepat pada waktunya. Rina menjadi terhibur dengan
kedatangan teman lamanya itu.
“Kita
pulang yuk! Bentar lagi uda malam.” ajak Indra.
“Aku
tak mau melewatkan bagian favoritku!” balas Rina sambil duduk di
atas pasir. Indra duduk di sampingnya. Rina merasakan angin yang
berhembus sambil menikmati pemandangan sore itu. Tak sadar Rina lalu
menyandarkan tubuhnya di pundak indra. Indra merasa aneh. Tapi
kemudiaan dia mengerti kalau Rina kini sedang mencari sandaran atas
kesedihannya, atas kekesalan yang masih terbalut dalam dirinya. Rasa
kesal pada sosok yang sangat ia sayangi. Mereka berdua kemudian
menatap matahari yang perlahan mulai tenggelam di ufuk timur. Cahanya
kuning bercampur orange bertebaran di atas permukaan laut yang
sedikt berombak. Mengucapakan tanda selamat jalan bagi dua insan yang
sedang memandangya.
-----
Malam
kini telah menyelimuti bumi. Sinar-sinar kecil mulai tampak di
langit. Rina dan Indra memutuskan untuk kembali ke rumah. Sesampai di
rumah ternyata Lee telah menunggu di depan pintu masuk. Kepulangan
Rina dan Indra membuat Lee terkejut. Lee bangkit berdiri kemudian
menemui Rina.
“Bagus!
Jadi kamu selama ini enak-enakkan berduaanya ya? Kamu tau nggak uda
berapa lama aku nungguin kamu di sini, berharap kamu muncul,
menyapaku, bertanya padakau, dan mengajakku masuk ke rumah. Tapi
tiba-tiba kau datang dengan pria lain. Kau anggap aku ini apa Rina?
Ku coba tuk biarkan kamu sendiri. Berharap kamu bisa tenang dan kita
menyatu lagi. Tapin apa?”
“Lee
aku..” belum sempat Rina melanjutkan, Lee langsung memotongnya.
“Uda,
nggak perlu dijelasin semuanya sudah jelas Rin. Kedatangannya aku ke
sini sebenarnya untuk meminta maaf tapi nggak jadi!” Lee
melemparkan bunga mawar yang ada di tangannya di hadapan Rina. Bunga
yang akan ia berikan kepada Rina sebagai ucapan maaf. Daun-daunnya
berserakan di jalan. Indra tak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya bediri
mematung, mendengar Lee mengeluarkan kata-kata yang begitu kasar
kepada Rina dengan nada meninggi.
“Lee,
aku kan belum ngomong kalau dia itu temanku” Rina menggigit
bibirnya. Menahan kepedihan yang mendalam. Rina menangis sambil
memanggil Lee, tapi itu tak membuat langkah kaki Lee berhenti. Ia tak
sedikitpun menoleh ke belakang.
“Rin,
yang sabar ya? Ini Cuma salah paham.” Indra coba menenangkannya.
“Aku
masuk duluan ya Indra.” pamit Rina lalu berlari ke dalam rumahnya.
“Ya
Tuhan. Apa ini semua adalah balasan yang harus aku terima atas apa
yang telah aku perbuat selama ini? Aku mohon kuatkanlah aku dalam
menghadapi gejiolak hidup ini.”
Tiba-tiba
handphone milik Rina berbunyi. My love muncul di layar. Ternyata
panggilan dari Lee. Ia segera mengangkat panggilan tersebut. Ia
berusaha untuk suara tangisannya tak terdengar..
“Aku
rasa hubungan kita sampai di sini saja.” kata Lee dari seberang
telepon
Tuutt..
percakapan terputuskan. Seakan tak percaya dengan apa yang baru saja
ia dengarkan. Kata-kata itu seakan mampu menusuk hatinya sampai
bagian yang terdalam. Kata-kata itu berubah menjadi pedang yang
sangat tajam. Menusuk hatinya sampai menyisakan luka. Memang tak ada
darah yang mengalir keluar dari tubuhnya, namun begitu sakit yang
Rina rasakan. Sampai membuatnya terbaring lemas di atas tempat
tidurnya. Ia masih tak percaya, hubungan yang Ia bina selama ini
dengan Lee harus berakhir seperti ini. Ia berharap indah di akhir
cerita tapi harapannya menjadi sirna. Semuanya hilang saat mendengar
pernyataan tadi. Yang ia rasakan hanyalah sakit yang teramat dalam,
sedalam panah cinta yang berhasil Lee tancapkan tepat di hatinya.
Sedalam laut di samudra atlantik. Ia lalu menagis.
-----
Kini
ia kembali lagi ke dunianya. Di mana ia harus menjalani hari-hari
yang sunyi. Seperti sebelum ia mengenal Lee. Sulit sekali rasanya
harus berpisah dari orang yang sangat ia cintai. Orang yang membuat
hidupnya sedikit berarti. Tapi ia coba tuk jalani semuanya itu. Tak
jarang Indra mampir ke rumah Rina, mencoba untuk menenagkan dan
menguatkan sahabatnya itu. Indra tahu, di saat seperti ini yang Rina
butuhkan adalah dukungan moril. Rina harus bisa melewati ini semua.
Indra tak mau Rina terus bersedih sepanjang waktu.
“Semua
pasti akan baik-baik saja!”
“Iya”
jawab Rina dengan lirih.
Beberapa
hari telah berlalu tapi Rina belum mampu untuk melupakan Lee.
Wajahnya masih begitu melekat di benaknya. Seperti seekor kupu-kupu
cantik yang senantiasa mencari serbuk sari. Bayangannya pun masih
saja menghantui tidurnya. Seakan tak mau pergi darinya. Perasaanya
juga tak berubah sedikitpun. Ia masih tetap mencintai Lee, meskipun
hatinya telah terluka dengan perlakuannya. Ia berpikir awalnya cinta
begitu indah pada jumpa pertama. Tapi yang dirasakan malah
sebaliknya. Cinta itu seakan berubah menjadi sebuah silet yang begitu
tajam, mampu melukai hatinya. Meskipun begitu, Lee tetap menjadi yang
terindah di matanya. Seindah pelangi yang tampak setelah hujan
berlalu. Seindah bunga yang sementara bermekaran di taman yang aroma
wanginya menyebar di setiap sudut halaman.
-----
“Kau
telihat senang di sana.
Apa
kau tak mengkhawatirkanku yang ada di sini?
Semoga
saja!
Kau
tau apa yang ku rasakan sekarang?
Yang
jelas ku masih menanti dirimu
Tapi
apa yang ku dapat?
Nothing!
Seandainya
ku punya sayap,
Pasti
sudah ku gunakan tuk menghampirimu.
Akan
ku telusuri setiap jalan tuk menemukan dirimu.
Seandainya
aku jadi langit,
Pasti
aku tahu di mana engkau berada.
Tapi,,
Beginilah
aku.
Diciptakan
dengan apa adanya sekarang.
Ku
harap kamu cepat kembali.
Kembali
dalam jalan cinta yang telah kita rajut.
Kembali
dalam kebahagiaan yang telah kita ukir bersama.
Di
manakah dirimu yang dulu?
Ku
di sini menunggu dalam kesepiaan.
Tak
jarang air mata ini mengucur keluar membasahi pipi.
Ku
hanya bisa berharap.
Dan
terus berharap.
Berharap
dalam kesunyian malam.
Memanggil
namamu dalam ramainya lika liku kekhidupan.
Kehidupan
yang mungkin telah mengubahmu.
Mengubah
alam pikirmu.
Ku
masih di sini.
Berharap
kau datang menghampiri”
----
Hari
itu begitu panas. Rina berjalan menuju sebuah kios kecil yang berada
tak jauh dari tempat tinggalnya. Membeli sebotol air untuk
menghilangkan dahaganya. Ternyata Lee sedari tadi telah menunggu
Rina. Ia mengikutinya dari belakang. Langkah kakinya diatur
sedemikian rupa sehingga suaranya tak sampai terdengar di telinga
Rina. Kini ia tepat berada di belakang Rina. Bersembunyi di balik
tubuh mungilnya.
“Boleh
ngomong sebentar?” tanya Lee.
Rina
berdiri mematung. Air yang diminumnya seakan tak mau mengalir masuk
ke dalam tubuhnya. Seakan oksigen berusaha masuk dari selah selah
hidung yang berusaha ia tutup. Rina menganggukan kepalanya, pertanda
setuju. Ia begitu bingung dengan kedatangan Lee yang tiba-tiba.
“Di
rumah mu aja, boleh ya?” pinta Lee.
“Baiklah.”
jawab Rina singkat.
Mereka
berdua langsung menuju tempat yang telah mereka setujui. Mereka duduk
di halaman belakang. Lee menundukkan kepala. Ia berusaha mengatur
pernapasannya.
“Apa
yang mau kamu ngomongin?” tanya Rna, sembari tersenyum pada Lee.
Senyum yang menyembunyikan luka yang telah digoreskan di hati. Senyum
yang begitu memilukan.
Lee
masih tampak diam. Seakan ia menjadi bisu untuk saat itu. Sekian
lama berdiam diri, akhirnya mulutnya mulai terbuka perlahan.
“Ak....
Aku...” kata-katanya terputus.
“Ngomong
aja Lee. Nggak ada yang perlu ditakuti. Aku bukan hantu kog?’ canda
Rina. Ia berusaha terlihat senang, tapi tidak.
“Aku
nyesel banget atas perlakuanku ke kamu. Itu semua karena aku emosi.
Emosiku jadi tak terkontrol, sehingga aku harus mengeluarkan
kata-kata yang tak pantas untukmu. Tak pantas untuk kau dengar. Aku
juga sudah tau, ternyata Indra itu adalah temanmu. Aku sungguh
menyesal! Tolong maafin aku ya Rin?” ucap Lee sambil menundukan
kepalanya. Ia tak mampu menatap mata Rina. Mata yang tersirat
kesedihan. Mata yang terpaksa harus mengerluarkan butiran beningnya
atas perlakuaanya sendiri.
“Kamu
kog bisa tau? Kan aku belum cerita sama kamu?’ tanya Rina.
“Dia
sendiri yang datang ke aku. Terus jelasin semuanya” jawab Lee
“Tolong
maafin aku ya?’’ lanjutnya
“Uda
aku maafin kog!” jawab Rina sambil tersenyum padanya. Ini senyum
yang tulus dari hatinya.
“Aku
mau kita balikan seperti dulu. Ya itu karna ku tak mampu jalani
hari-hari tanpa dirimu di sisiku. Sepi sekali semenjak hubungan kita
berakhir. Semua terlihat menghilang di saat aku butuh hiburan. Ku
rindu akan hadir mu. Ku coba sampaikan mimpi pada bintang yang jatuh
di kala malam. Memohon pada mentari agar menyampaikan rasa rinduku
lewat cahayanya di kala ku bangun di pagi hari. Ku bertanya pada
langit di mana engkau berada. Ku titip salam padamu lewat angin yang
berhembus. Berharap kita bisa jadiaan lagi. Ku rindu akan semua hal
manis yang tgelah kita lalui bersama. Ku rindu akan tawamu yang
selalu terpampang jelas di wajahmu. Ku rindu semua hal tentang
dirimu. Saat ku ingin berpaling dan mencari bahwa siapa yang pantas
untukku, di saat itu juga ku tahu bahwa kaulah jawaban yang tepat.”
Pengungkapan
Lee membuat rina jadi makin mencintainya. Ia senang sekali mendengar
penjelasan Lee. Ternyata dia juga merasakan hal yang sama. Hal yang
selama ini menjadi pertanyaan dalam hari-harinya. Dan kini terjawab
sudah. Meski Rina harus melewati bagian yang tersulit. Ya begitulah
hidup. Tak mudah di tebak, tak mudah diterka. Penuh dengan misterri
dan tantangan.
Rina
tak menjawab. Ia hanya mengangkat jari kelingkingnya saja. Lee
mengerti dengan yang dilakukan Rina. Ia juga mengakat jari
kelingkingnya. Mereka berdua kemudian mengaitkannya, pertanda bahwa
mereka telah berdamai dan kembali dalam cinta yang sempat putus untuk
sementara.
“Why
do we break up Lee? Aku tahu waktu itu kamu sedang marah dan kamu
meninggalkanku. Tapi ku yakin itu hanya sementara saja. Ku yakin juga
bahwa kamu pasti akan datang, datang dengan kata maaf lalu tersenyum
padaku. Seperti sekarang ini.” bahtin Rina.
Mereka
berdua lalu berpelukan. Melepaskan rindu yang terpendam rindu yang
membelenggu kedua insan. Bak, menanti hujan di padang gurun yagng
begitu menyengat.
“Cieeee
cieee.. Ada yang baru balikan ni eee??” ucap Indra yang telah
berada di samping mereka berdua. Serentak keduanya lalu melepaskan
pelukan tersebut.
“Eh,
sorry aku uda ganggu. Di lanjutin aja. Pasti belum puas kan melepas
rindu karena sekian lama tak jumpa? “ sindir Indra
Rina
hanya tersenyum.
“Itu,
ada yang tersenyum. Senyum sendiri kayak orang gila. Berarti betul
dong?” tambahnya lagi.
Suasana
menajdi ramai, berkat kehadiran indra dengan leluconya itu. Mereka
semua tertawa bersama. Kini hubungannya bisa dimulai kembali.
Hubungan yang sempat renggang karena hanya salah paham antara Rina
dan Lee. Namun semuanya itu dapat dihandle. Seperti kata pepatah kuno
“Setiap masalah, pasti ada jalan keluarnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar