Ala bisa karena biasa. Begitulah
pepatah kuno yang sering ku dengar. Begitulah yang bisa ku deskripsikan sekarang. Kesan
yang selalu ku dapat jika bertemu dengan orang baru adalah “Kamu murah senyum
ya?”
Sebenarnya sih, aku benci sekali dengan
senyum. Apa lagi harus tersenyum dengan orang yang sama sekali belum aku kenal.
Tapi, apa boleh dibuat? Tuntutan pekerjaan yang telah mengubahku menjadi
sekarang ini. Dulu, aku pernah bekerja di sebuah hotel sebagai respsionist.
Tugasku tentu saja melayani tamu dengan ramah sambil memampang senyum indah di
wajah ini. Kalau tidak? Pelangganku pasti
sudah mencari tempat yang lain untuk menginap. Awalnya aku merasa aneh
harus melakukan sesuatu yang paling tak kusukai. Namun, seiring berjalannya
waktu, aku bisa melakukannya. Karena itulah, aku masih tersenyum jika berjumpa dengan siapa
saja. Ternyata senyum itu tak seburuk denga apa yang aku bayangkan. Senyum itu
memberi arti tersendiri bagiku dan bagi mereka yang melihatnya. Satu senyuman
membawa semangat hidup bagi orang di sekeliling kita.
Aku punya impian, untuk bisa
melanjutkan studi di salah satu universitas negeri pilihannku. Aku ingin sekali
merasakan suasana bertemu dengan teman baru. Belajar bersama dan bersaing untuk
mendapatkan gelar; yang pada akirnya akan membuat kami semua memakai toga hitam
dengan topi persegi enam yang ada tali kuning; yang melintang turun ke bawah di
samping mata kanan. Memegang sebuah gulungan putih kecil yang telah membuatku
harus mengeluarkan keringat yang begitu banyak untuk mendapatkannya. Berdiri di
depan banyak mata yang melihatku. Kemudian mengucapkan tanda terima kasih
kepada kedua orangtuaku dengan deraian air mata disusul dengan tepuk tangan
kebahagiaan. Andai saja semua terjadi, pasti aku sangat bahagia sekali. Aku iri
pada teman-temanku yang telah merasakannya. Ingin rasanya aku berada di posisi
mereka. Terkadang aku harus menahan amarah di saat mereka menceritakan
pengalaman-pengalamannya. Seakan-akan aku mau menutup telinga, agar aku tak
mendengar pengungkapan mereka yang begitu menarik sekaligus membuatku menjadi
sedih. Tak tahukah kalian semua bahwa aku jealous?
Malam ini aku harus lari meninggalkan
rumah tercinta. Aku tak kuat terus-terusan mendengarkan perkelahian kedua orang
tuaku. Hal inilah yang paling aku benci. Mengapa ini harus terjadi? Apa aku tak
bisa merasakan keluarga yang harmonis? Oh Tuhan, tunjukkanlah jalannya padaku.
Aku sedih harus melihat papa dan mama bertengkar. Apa tak bisa diselesaikan
secara damai? Duduk dengan kepala dingin lalu mencari jalan keluarnya bersama?
Masalah yang begiu klasik tapi bisa menghancurkan hubungan yang selama ini terbina dengan baik. Sikap
dewasa kalian di mana? Apa ini yang dinamakan orang tua? Orang tua
kog sikapnya kekanak-kanankan gini? Jangan pakai emosi dong? Itu sama sekali
tidak berguna melainkan itu akan memicu pertengkaran selanjutnya.
Terkadang hidup tak sejalan dengan apa
yang ku pikirkan. Tak semulus dengan apa yang ku harapkan. Selalu saja datang
cobaan. Terus dan terus. Seakan tak ada habisnya. Bak ombak yang selalu berusaha menjilat bibir
pantai. Bagai batu-batu angkasa yang memberanikan dirinya hangus termakan oleh
atmosfir bumi. Andai saja tak ada gravitasi, aku sudah pergi ke "Greenland" dan
merasakan pemandangan yang memukau di sana.
Terkadang aku duduk sendiri di tempat
yang sunyi lalu aku mulai melukis. Melukis apa saja yang aku lihat. Ini adalah
bakat terpendamku. Menuangkan semua
perasaanku di atas kertas putih yang kemudian berbentuk sesuatu. Sesuatu yang
mempunyai nilai tinggi bagi para seniman.
Mengapa hidup begitu sulit ya? Sesulit
kita mendaki gunung? Tapi aku tahu. Setelah mendaki gunung aku akan melihat
pemandangan yang sangat cantik di sana.
Karya Tuhan yang begitu sempurna. Bagai berdiri di atas awan.
Aku mulai belajar untuk berpikir
positif, apapun masalahnya. Ku jadikan ini sebuah motivasi untuk terus maju.
Bukan menjadi bahan yang menjatuhkan semangat hidupku.
Dulu aku pernah mendengar orang berkata
“Gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di langit.” Tapi menurutku,
gantungkanlah cita-citamu setinggi plavon rumah saja. Mengapa? Ya, biar mudah
diraih. Kalau bintang kan jauh? Kita ambilnya pakai apa? Pesawat ulang aling
milik amerika? Uang aja nyarinya susah. Kalau sudah dapat, dipakai buat bayar
hutang. Belum kebutuhan yang lainnya. Pesawat ulang aling kan mahal?
Bagiku hidup merupakan sebuah misteri.
Misteri yang tak akan pernah terpecahkan. Kadang aku berpikir untuk apa aku
hidup? Aku mencari jawabannya hingga aku mendapatkannya., yakni mengabdi kepada
Tuhan dan sesama. Mengamalkan cinta kasih dalam hidup. Menurut anda?
Aku juga berpikir bahwa sendiri itu
menyenangkan, tetapi lama kelamaan malahan kesepian yang ku dapat. Aku mencoba
untuk membaur ke dalam masyarakat dan ternyata kehidupan bersama itu jauh
menyenangkan. Aku bisa tukar pikiran dan membagi pengalaman pribadi. Setelah ku
temukan jawaban-jawaban yang selama ini ku cari maka timbul pertanyaan-pertanyaan baru di
benakku. Tiada berakhir.
Aku kini menemukan sosok wanita yang
selau membuatku tersenyum. Wanita yang telah membuatku jatuh cinta. Padahal
soal cinta, aku tidak mau ambil pusing. Tapi, lama kelamaan cinta itu membuatku
gila sendiri. Aku kini bersamanya. Duduk di atas jembatan kayu sambil
menggantungkan kaki lalu berpegangan tangan. Sungguh suasana yang sangat
romantis. Suasana yang selama ini aku idam-idamkan. Seperti orang hamil saja
ya?
Aku tersenyum malu padanya saat kami
berhadapan. Matanya selalu memancarkan kekuatan bagiku. Kekuatan untuk selalu melangkah
maju. Tapi satu yang belum aku pahami. Mengapa aku selalu nervous saat dia
meraih tangan ini?
Cinta itu apa? Yang aku tahu dua hati
yang terpadu dalam sebuah melodi indah. Rasanya tidak mau berpisah jika bertemu dengan dirinya. Ya seperti
dikatakan Newton dengan hukum relativitasnya. Ketika kita duduk dengan cewek cantik selama
sejam, itu akan terasa seperti 1 menit. Tapi jika kita duduk di atas kuali panas
selama 1 menit, itu terasa seperti 1 jam. (benar kan?).
Aku selalu menuangkan perasaanku lewat
puisi. Mengukir beberapa kata menjadi satu syair yang bisa memikat hati.
Membuatnya jatuh ke dalam duniaku sendiri. Dunia yang penuh dengan imajinasi.
Aku tak berjanji apa-apa padanya. Hanya kesetiaan yang bisa ku berikan.
Melihatnya tersenyum sudah membuatku merasa bahagia. Apalagi kalau alasan
dibalik senyumannya itu adalah aku. Aku punya sebuah impian, yakni bisa
membelai rambut wanita yang ku cintai. Dan akhirnya terjawab sudah. Ku belai
rambutnya perlahan sambil menikmati panorama laut yang indah. Kuberikan
pundakku sebagai sandaran. Dan itu membuatnya merasa nyaman saat bersamaku.
Semoga hubunngan ini tetap bertahan, hingga kami berdua bersatu dalam ikrar
yang suci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar