Senin, 26 Mei 2014

UNBELIEVEABLE PART II



(Setelah berada cukup jauh dariku, baru ia terjaga dari tidurnya. Kejadian pun tak terhindarkan. Ia langsung terjatuh.
"Ahhhh..." teriakannya memecah keheningan malam itu.)

-----
 
Ia beruntung dari kecelakaan maut yang hampir saja merenggut nyawanya karena ia jatuh tepat di saat air sedang pasang. Kalau saja surut, aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya. Mungkin saja ia telah mati menengaskan di bawah sana, apa lagi jaraknya cukup tinggi dari permukaan.
Tanpa berpikir panjang aku langsung turun ke bawah, aku melihatnya di kejauhan. Tampaknya ia sudah sadar dari mimpi buruk itu. Ia berenang ke arahku. Ku ulurkan tangan padanya sambil membantunya naik ke permukaan.

"Thanks ya, Yandri"
"Iya, sama-sama!" jawabku
Joni kemudian batuk, mengeluarkan air laut yang sempat masuk ke kerongkonganya saat terjatuh tadi.
“Apa yang terjadi dengan diriku?” tanya joni.
"Ayo, kamu pergi mandi kemudian keringkan badanmu, setelah itu aku akan menceritakan  apa yang sebenarnya terjadi dengan dirimu di malam ini"
Joni mengangguk mantap padaku. 

Setelah memberi penjelasan kepada Joni, aku memilih pergi ke lapangan badminton yang berada tepat di depan sekolahku. Akhir-akhir ini aku banyak mengalami kejadian yang aneh. Atau ada yang aneh dengan asrama ini? Aku mulai berhipotesa. Aku bagaikan seorang ahli yang sedang melaksanakan risetnya.
----  

“Yan, ikut main nggak?” tanya Vian padaku.
“Aku nggak mood hari ini” balasku padanya.
“Ya udah deh kalo gitu. Kita cabut dulu ya?” pamit Vian
Aku melambai pada dia.

Hari ini adalah hari khusus bagi kami untuk mengembangkan diri, khususnya di bidang olahraga. Ada yang main sepak bola, ada yang memilih bermain voly, ada yang main tenis meja dan sebagainya. Biasanya aku selalu bergabung dengan teman-temanku, tapi tak tahu mengapa aku jadi tak bersemangat hari ini.

Aku berjalan perlahan ke halaman belakang sambil memegang teh hangat yang baru saja aku buat. Ku letakan kursi kemudian meminum teh hangat tadi sambil menikmati panorama laut di sore itu. Begitu indah. Ku lihat burung-burung terbang dengan begitu riang. Mengepakan kedua sayapnya begitu lebar sambil sesekali memerciki diri mereka sendiri dengan air laut. Ah, ingin sekali rasanya terbang. Aku harap aku punya sayap untuk dapat mewujudkan impianku yang satu ini.

Tak terasa matahari sebentar lagi akan meninggalkaan kota ini. Gelas yang tadinya menemaniku kini mulai terlihat kosong. Waktu berlalu begitu cepat. Dengan agak lesuh, ku mengangkat kursi yang kugunakan tadi kembali ke tempatnya yang semula. Hari ini aku tak berbuat apa-apa, tapi aku merasa letih. Aku heran terhadap diriku sendiri. Ada apa yang terjadi dengan diriku ini? 

“I’m like a stranger in this place! Sh*t! What should I do?”

Aku dengar ayam betina mulai berkotek. Sepertinya ia sedang mencari tempat yang nyaman dan akan segera bertelor. Tapi ternyata perkiraan ku salah. Aku sangat terperangah dan tak bisa berkata apapun saat aku memutar badan dan melihat ke arah ayam yang tadi berkotek. Seekor ular piton yang sangat besar berada tepat di hadapannya, dan berada beberapa meter saja dari ku. Tak ada seorangpun bersama denganku di sana. Ku lihat ular tersebut menyantap ayam-ayam yang sedang berkeliaran di tempat itu, sementara hewan yang lain mencari tempat persembunyian. Berharap agar tidak dimangsa oleh predator buas satu ini. Aku juga berpikiran demikian, tetapi aku tak berani untuk berlari. Jangankan berlari, bergerak sedikitpun saja aku tak bisa. Aku begitu takut pada makhluk buas yang satu ini. Ya, aku pernah membaca bahwa hewan ini dapat meremukan manusia dengan cara melilitkan badannya pada kita. Setelah diremuk, kita langsung dimakan olehnya. Jangan sampai ini terjadi pada diriku.
Aku kini saling menatap dengan ular itu. Lidahnya menjulur keluar. Ia perlahan mendekatiku.

“Oh my God. Please help me!”
Aku berusaha menahan nafas sekuat mungkin. Aku tak tahu ini bisa menolongku dari incarannya atau tidak. Aku hanya bisa pasrah dengan keadaan. Namun, nasib baik masih berpihak kepadaku. Ular itu berbalik arah dan menceburkan dirinya ke laut.

“Byuuuuurrrrrr...!!!”

Percikan air terdengar begitu nyaring saat tubuh ular itu  menyentuh permukaan air laut. Aku bernafas lega. Aku bisa saja jadi santapan penutupnya tadi. Aku bukannya cepat menjauh dari tempat itu melainkan aku berlari ke tepi tanjung. Melihat ke mana ular itu akan pergi. Tapi ia menghilang begitu cepat hingga jejaknya tak dapat ku temukan.
Di saat genting seperti tadi aku merasa seperti seseorang yang tak berguna. Aku tak bisa mnyelamatkan diriku sendiri. Aku selalu berusaha berbuat baik dalam hidup, bahkan kemarin aku sempat menolong joni. Tapi mengapa di saat aku dalam “Big Trouble”, tak ada satupun yang datang menolongku? Ini kah balasannhya.
“Arrrgggghh...!!!”
-----


“Hey, kau tampak buruk hari ini? Apa kau ada masalah?” tanya Toni.
Aku tak menjawab.
“Kalau ada, lebih baik berbagi dengan kita, iya kan teman-teman?” sambung Toni kembali
“Bener banget” sambung yang lain sambil menganggukan kepala mereka masing-masing.
Aku masih terdiam.
Ku ambil handuk lalu berjalan meninggalkan mereka semua.
“Ada apa dengan yandri hari ini?”
“Aku juga tidak tahu”
“Tanya langsung aja sama orang”
“Kamu lihat sendiri kan tadi reaksinya gimana? Sama sekali tak ada. Apa dia baik baik saja?”
Aku mendengar bisikan-bisikan dari teman-temanku, tapi aku tak menghiraukannya. Aku melanjutkan perjalananku kembali.

Malam ini seperti biasanya. Aku masih membaca novel kesukaanku. Teman-temanku semua sudah tertidur pulas. Terkadang aku mendengar mereka berkata-kata sendiri dalam mimpinya. Aku juga melihat gaya tidur mereka yang tidak karuan, selimut yang mereka gunakan sebagai penghangat di malam hari tergeletak di samping tempat tidur mereka.

“Sungguh ceroboh!” aku tertawa sendiri, seperti orang gila.
“Kreeeeeeekkkkk....!!!”
Aku mendengar sesuatu. Aku mendengar dengan seksama sekali lagi.
““Kreeeeeeekkkkk....!!!” suara itu kembali terdengar.
“Apa lagi ini?”
Sepertinya suara itu berasal dari tempat tidur Vian. Aku berjalan perlahan, menghampiri tempat tidurnya. Suara itu semakin terdengar dengan jelas.
“Berasal dari sana rupanya”
“Vian...!!”
“Vian...!!”
Aku memanggilnya, tapi ia tak mendengar panggilanku. Padahal aku berharap ia terbangun.
Aku mendekati dinding ruang ini kemudian menempelkan telinga kanan. Coba tebak apa yang aku dengar?
“Bersiaplah, aku datang....!!!”
Serentak, aku langsung mundur beberapa langkah. Tanganku tak sengaja memukul wajah Vian yang sedang tertidur karena aku sangat terkejut. Detak jantungkupun mulai meningkat. Berdebar begitu kencang. Aku takut.
“Hei, ganggu tidur orang saja” ujar Vian.
“Apa yang kau lakukan di tengah malam seperti ini? Mengapa kamu tidak tidur?”
“Sssssstttt..!! jangan berisik Vian, aku ingin dengar sesuatu!”
“Emang dengar apaan?” tanyanya.
“Sudah, tenanglah. Nanti aku ceritakan padamu. Semuanya, pada teman-teman kita. Jadi ku mohon, kali ini aku harap kau jangan buat gaduh.
Aku berharap aku bisa mendengar suara itu kembali. Aku berharap mendengar kata-kata selanjutnya yang akan di sampaikan olehnya. Setelah diam beberapa menit, kami berdua tak mendengar apapun.
Vian merasa dipermainkan olehku.
“Apa maksud semua ini?” tanya Vian tak mengerti.
“Aku tadi mendengar sesutu yang berasal dari balik dinding ini. Tepat di belkang tempat tidurmu ini. Awalnya aku mengira itu suara dengkuranmu. Tapi, dugaanku meleset. Itu bukan berasal darimu. Saat aku hendak mendekat dan ingin mendengar lebih jelas, ia berkata bersiaplah, aku datang. Saat itulah, aku tak sengaja memukulmu dan membangunkanmu di malam ini. Aku tak mengada-ada Vian, percayalah!” aku menjelaskan kepada Vian panjang lebar. Semoga dia mengerti akan situasi yang terjadi malam ini.
“Aku tak percaya!” ungkapnya.
“Aku juga begitu. Tapi, inilah kenyataannya” jawabku.
“Apa kau berani keluar? Aku ingin melihat apa yang terjadi di balik dinding ini?” ajakku,
“Kau berani tidak?” tanyaku sekali lagi;
“OK! Apa aku harus membangunkan Joni dan Toni untuk ikut bersama dengan kita?”
“Tak usah, biar aku dan kamu saja”

Kami berdua memberanikan diri untuk keluar. Hari bergitu gelap. Kami hanya diterangi dengan lampu yang nyalanya sudah redup. Letaknya di atas pojok kanan ruang tidur kami. Bel tua tergantung di bawahnya. Bel inilah yang setiap hari membangunkan kami di waktu pagi.
“Tidak mungkinn..!!” kata ku saat melihat bekas itu.
“Ada apa Yan?” tanya Vian.
“Coba lihat ini!” aku merangkul Vian. Kami berdua menatap dinding dari mana asal suara aneh itu.
“Ini seperti bekas cakaran” ucap vian sambil menganalisis apa yang terjadi.
“Iya, kau benar! Tapi siapa pelakunya Vian?
“Aku tak tahu, Yan!!”
“Apa kamu mengalami hal-hal ini juga sebelumnya?” sambung Vian.
“Maksudnya, apa kau pernah mengalami hal-hal aneh pada hari-hari sebelumnya, seperti malam ini atau tidak?”
Aku bingung antara menjawab pertanyaan Vian atau tidak. Aku benar-benar bingung. Aku tak tahu harus menjawab apa padanya. Aku memang ingin mengatakannya, tapi ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahukannya.

“YANDRI!” panggil vian,,
“Iya, ada apa?”
“Apa kau dengar, yang barusan aku sampaikan padamu?”
“Tidak..” jawabku sedikit berbohong padanya.
“Tak apa, deh! Mendingan kita masuk lagi ke dalam. Lanjutin tidur, soalnya esok ada sekolah. Aku takut tak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Dan aku takut juga aku dan kau akan tertidur di dalam kelas saat guru sedang memberi materi dan kita berdua akan dihukum karena kesalahan yang kita sendiri lakukan. Kau ingat saat kau dihukum oleh guru fisika kita yang KILLER itu kan? Jangan sampai itu terulang kembali. Apa lagi esok kan mata pelajarannya?’’
Ketakutan Vian akan hari esok terlalu berlebihan, tapi dia ada benarnya juga.
“Kita selesaikan kasus ini besok saja, ayo” ajak Vian.
Kali ini, aku mengikut semua perintahnya. Kami berdua masuk ke dalam ruang tidur.
Aku mengenakan selimut, mengucapkan salam pada vian dan akupun tertidur. Esok akan menjadi hari yang menentukan. Aku siap mengganti profesi menjadi sesorang detektif untuk beberapa waktu ke depan. Sampai semua kasus yang selama ini menjadi pertanyaanku terungkap.

“I’ll guarenteed!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar