(Setelah berada cukup jauh dariku,
baru ia terjaga dari tidurnya. Kejadian pun tak terhindarkan. Ia langsung
terjatuh.
"Ahhhh..." teriakannya
memecah keheningan malam itu.)
-----
Ia beruntung dari kecelakaan maut
yang hampir saja merenggut nyawanya karena ia jatuh tepat di saat air sedang
pasang. Kalau saja surut, aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada
dirinya. Mungkin saja ia telah mati menengaskan di bawah sana, apa lagi
jaraknya cukup tinggi dari permukaan.
Tanpa berpikir panjang aku langsung
turun ke bawah, aku melihatnya di kejauhan. Tampaknya ia sudah
sadar dari mimpi buruk itu. Ia berenang ke arahku. Ku ulurkan tangan padanya
sambil membantunya naik ke permukaan.
"Thanks ya, Yandri"
"Iya, sama-sama!"
jawabku
Joni kemudian batuk, mengeluarkan
air laut yang sempat masuk ke kerongkonganya saat terjatuh tadi.
“Apa yang terjadi dengan diriku?” tanya
joni.
"Ayo, kamu pergi mandi
kemudian keringkan badanmu, setelah itu aku akan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan dirimu di malam
ini"
Joni mengangguk mantap padaku.
Setelah memberi penjelasan kepada Joni,
aku memilih pergi ke lapangan badminton yang berada tepat di depan sekolahku.
Akhir-akhir ini aku banyak mengalami kejadian yang aneh. Atau ada yang aneh
dengan asrama ini? Aku mulai berhipotesa. Aku bagaikan seorang ahli yang sedang
melaksanakan risetnya.
----
“Yan, ikut
main nggak?” tanya Vian padaku.
“Aku nggak
mood hari ini” balasku padanya.
“Ya udah deh
kalo gitu. Kita cabut dulu ya?” pamit Vian
Aku melambai
pada dia.
Hari ini
adalah hari khusus bagi kami untuk mengembangkan diri, khususnya di bidang
olahraga. Ada yang main sepak bola, ada yang memilih bermain voly, ada yang
main tenis meja dan sebagainya. Biasanya aku selalu bergabung dengan
teman-temanku, tapi tak tahu mengapa aku jadi tak bersemangat hari ini.
Aku berjalan
perlahan ke halaman belakang sambil memegang teh hangat yang baru saja aku
buat. Ku letakan kursi kemudian meminum teh hangat tadi sambil menikmati
panorama laut di sore itu. Begitu indah. Ku lihat burung-burung terbang dengan
begitu riang. Mengepakan kedua sayapnya begitu lebar sambil sesekali memerciki
diri mereka sendiri dengan air laut. Ah, ingin sekali rasanya terbang. Aku
harap aku punya sayap untuk dapat mewujudkan impianku yang satu ini.
Tak terasa
matahari sebentar lagi akan meninggalkaan kota ini. Gelas yang tadinya
menemaniku kini mulai terlihat kosong. Waktu berlalu begitu cepat. Dengan agak
lesuh, ku mengangkat kursi yang kugunakan tadi kembali ke tempatnya yang
semula. Hari ini aku tak berbuat apa-apa, tapi aku merasa letih. Aku heran
terhadap diriku sendiri. Ada apa yang terjadi dengan diriku ini?
“I’m like a
stranger in this place! Sh*t! What should I do?”
Aku dengar ayam
betina mulai berkotek. Sepertinya ia sedang mencari tempat yang nyaman dan akan
segera bertelor. Tapi ternyata perkiraan ku salah. Aku sangat terperangah dan
tak bisa berkata apapun saat aku memutar badan dan melihat ke arah ayam yang
tadi berkotek. Seekor ular piton yang sangat besar berada tepat di hadapannya,
dan berada beberapa meter saja dari ku. Tak ada seorangpun bersama denganku di
sana. Ku lihat ular tersebut menyantap ayam-ayam yang sedang berkeliaran di
tempat itu, sementara hewan yang lain mencari tempat persembunyian. Berharap
agar tidak dimangsa oleh predator buas satu ini. Aku juga berpikiran demikian,
tetapi aku tak berani untuk berlari. Jangankan berlari, bergerak sedikitpun saja
aku tak bisa. Aku begitu takut pada makhluk buas yang satu ini. Ya, aku pernah
membaca bahwa hewan ini dapat meremukan manusia dengan cara melilitkan badannya
pada kita. Setelah diremuk, kita langsung dimakan olehnya. Jangan sampai ini
terjadi pada diriku.
Aku kini
saling menatap dengan ular itu. Lidahnya menjulur keluar. Ia perlahan
mendekatiku.
“Oh my God.
Please help me!”
Aku berusaha
menahan nafas sekuat mungkin. Aku tak tahu ini bisa menolongku dari incarannya
atau tidak. Aku hanya bisa pasrah dengan keadaan. Namun, nasib baik masih berpihak
kepadaku. Ular itu berbalik arah dan menceburkan dirinya ke laut.
“Byuuuuurrrrrr...!!!”
Percikan air
terdengar begitu nyaring saat tubuh ular itu
menyentuh permukaan air laut. Aku bernafas lega. Aku bisa saja jadi
santapan penutupnya tadi. Aku bukannya cepat menjauh dari tempat itu melainkan
aku berlari ke tepi tanjung. Melihat ke mana ular itu akan pergi. Tapi ia
menghilang begitu cepat hingga jejaknya tak dapat ku temukan.
Di saat genting seperti tadi aku merasa seperti seseorang
yang tak berguna. Aku tak bisa mnyelamatkan diriku sendiri. Aku selalu berusaha
berbuat baik dalam hidup, bahkan kemarin aku sempat menolong joni. Tapi mengapa
di saat aku dalam “Big Trouble”, tak ada satupun yang datang menolongku? Ini
kah balasannhya.
“Arrrgggghh...!!!”
-----
“Hey, kau
tampak buruk hari ini? Apa kau ada masalah?” tanya Toni.
Aku tak menjawab.
“Kalau ada,
lebih baik berbagi dengan kita, iya kan teman-teman?” sambung Toni kembali
“Bener
banget” sambung yang lain sambil menganggukan kepala mereka masing-masing.
Aku masih
terdiam.
Ku ambil
handuk lalu berjalan meninggalkan mereka semua.
“Ada apa
dengan yandri hari ini?”
“Aku juga
tidak tahu”
“Tanya
langsung aja sama orang”
“Kamu lihat
sendiri kan tadi reaksinya gimana? Sama sekali tak ada. Apa dia baik baik
saja?”
Aku mendengar
bisikan-bisikan dari teman-temanku, tapi aku tak menghiraukannya. Aku
melanjutkan perjalananku kembali.
Malam ini
seperti biasanya. Aku masih membaca novel kesukaanku. Teman-temanku semua sudah
tertidur pulas. Terkadang aku mendengar mereka berkata-kata sendiri dalam
mimpinya. Aku juga melihat gaya tidur mereka yang tidak karuan, selimut yang
mereka gunakan sebagai penghangat di malam hari tergeletak di samping tempat
tidur mereka.
“Sungguh
ceroboh!” aku tertawa sendiri, seperti orang gila.
“Kreeeeeeekkkkk....!!!”
Aku mendengar
sesuatu. Aku mendengar dengan seksama sekali lagi.
““Kreeeeeeekkkkk....!!!”
suara itu kembali terdengar.
“Apa lagi
ini?”
Sepertinya
suara itu berasal dari tempat tidur Vian. Aku berjalan perlahan, menghampiri
tempat tidurnya. Suara itu semakin terdengar dengan jelas.
“Berasal dari
sana rupanya”
“Vian...!!”
“Vian...!!”
Aku
memanggilnya, tapi ia tak mendengar panggilanku. Padahal aku berharap ia
terbangun.
Aku mendekati
dinding ruang ini kemudian menempelkan telinga kanan. Coba tebak apa yang aku
dengar?
“Bersiaplah,
aku datang....!!!”
Serentak, aku
langsung mundur beberapa langkah. Tanganku tak sengaja memukul wajah Vian yang
sedang tertidur karena aku sangat terkejut. Detak jantungkupun mulai meningkat.
Berdebar begitu kencang. Aku takut.
“Hei, ganggu
tidur orang saja” ujar Vian.
“Apa yang kau
lakukan di tengah malam seperti ini? Mengapa kamu tidak tidur?”
“Sssssstttt..!!
jangan berisik Vian, aku ingin dengar sesuatu!”
“Emang dengar
apaan?” tanyanya.
“Sudah, tenanglah.
Nanti aku ceritakan padamu. Semuanya, pada teman-teman kita. Jadi ku mohon,
kali ini aku harap kau jangan buat gaduh.
Aku berharap
aku bisa mendengar suara itu kembali. Aku berharap mendengar kata-kata
selanjutnya yang akan di sampaikan olehnya. Setelah diam beberapa menit, kami
berdua tak mendengar apapun.
Vian merasa
dipermainkan olehku.
“Apa maksud
semua ini?” tanya Vian tak mengerti.
“Aku tadi
mendengar sesutu yang berasal dari balik dinding ini. Tepat di belkang tempat
tidurmu ini. Awalnya aku mengira itu suara dengkuranmu. Tapi, dugaanku meleset.
Itu bukan berasal darimu. Saat aku hendak mendekat dan ingin mendengar lebih
jelas, ia berkata bersiaplah, aku datang. Saat itulah, aku tak sengaja
memukulmu dan membangunkanmu di malam ini. Aku tak mengada-ada Vian,
percayalah!” aku menjelaskan kepada Vian panjang lebar. Semoga dia mengerti
akan situasi yang terjadi malam ini.
“Aku tak
percaya!” ungkapnya.
“Aku juga
begitu. Tapi, inilah kenyataannya” jawabku.
“Apa kau
berani keluar? Aku ingin melihat apa yang terjadi di balik dinding ini?” ajakku,
“Kau berani
tidak?” tanyaku sekali lagi;
“OK! Apa aku
harus membangunkan Joni dan Toni untuk ikut bersama dengan kita?”
“Tak usah,
biar aku dan kamu saja”
Kami berdua
memberanikan diri untuk keluar. Hari bergitu gelap. Kami hanya diterangi dengan
lampu yang nyalanya sudah redup. Letaknya di atas pojok kanan ruang tidur kami.
Bel tua tergantung di bawahnya. Bel inilah yang setiap hari membangunkan kami
di waktu pagi.
“Tidak
mungkinn..!!” kata ku saat melihat bekas itu.
“Ada apa
Yan?” tanya Vian.
“Coba lihat
ini!” aku merangkul Vian. Kami berdua menatap dinding dari mana asal suara aneh
itu.
“Ini seperti
bekas cakaran” ucap vian sambil menganalisis apa yang terjadi.
“Iya, kau benar!
Tapi siapa pelakunya Vian?
“Aku tak
tahu, Yan!!”
“Apa kamu
mengalami hal-hal ini juga sebelumnya?” sambung Vian.
“Maksudnya,
apa kau pernah mengalami hal-hal aneh pada hari-hari sebelumnya, seperti malam
ini atau tidak?”
Aku bingung
antara menjawab pertanyaan Vian atau tidak. Aku benar-benar bingung. Aku tak
tahu harus menjawab apa padanya. Aku memang ingin mengatakannya, tapi ini bukan
waktu yang tepat untuk memberitahukannya.
“YANDRI!”
panggil vian,,
“Iya, ada
apa?”
“Apa kau
dengar, yang barusan aku sampaikan padamu?”
“Tidak..”
jawabku sedikit berbohong padanya.
“Tak apa,
deh! Mendingan kita masuk lagi ke dalam. Lanjutin tidur, soalnya esok ada
sekolah. Aku takut tak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Dan aku takut juga
aku dan kau akan tertidur di dalam kelas saat guru sedang memberi materi dan
kita berdua akan dihukum karena kesalahan yang kita sendiri lakukan. Kau ingat
saat kau dihukum oleh guru fisika kita yang KILLER itu kan? Jangan sampai itu
terulang kembali. Apa lagi esok kan mata pelajarannya?’’
Ketakutan
Vian akan hari esok terlalu berlebihan, tapi dia ada benarnya juga.
“Kita
selesaikan kasus ini besok saja, ayo” ajak Vian.
Kali ini, aku
mengikut semua perintahnya. Kami berdua masuk ke dalam ruang tidur.
Aku
mengenakan selimut, mengucapkan salam pada vian dan akupun tertidur. Esok akan
menjadi hari yang menentukan. Aku siap mengganti profesi menjadi sesorang
detektif untuk beberapa waktu ke depan. Sampai semua kasus yang selama ini
menjadi pertanyaanku terungkap.
“I’ll
guarenteed!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar