Rabu, 21 Mei 2014

UNBELIEVEABLE




Malam ini sangat melelahkan plus menyenangkan. Aku baru saja mengikuti sebuah pesta besar di sebuah kampung yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggalku, atau lebih tepatnya di sebuah asrama. Pesta yang diadakan untuk memperingati hari ulang tahun anak perempuan kepala desa. Ia begitu mempesona dengan gaun putih yang dikenakan. Memakai mahkota ala princess  dengan rambut terurai rapi ke bawah. Senyumannya begitu manis, semanis madu saat diteguk dan langsung memikat hatiku. Bukan aku saja, tapi semua orang yang ada di saat itu. Apa lagi di saat ia meniupkan lilin dan kemudian menatapku untuk beberapa saat. Aku membalas tatapannya dengan senyuman sekaligus menerka sinyal yang coba ia kirimkan kepadaku.
"Apa ini?"
Lagu selamat hari ulang tahun pun berkumandang. Aku berjalan menghampirinya. Aku terus saja memuji sosok wanita yang saat ini berdiri di hadapanku. Ia bagai bidadari yang turun dari langit. Bidadari yang tersesat dan ingin mencari jalan untuk pulang. Namanya Anggun, tertera begitu rapi di atas kue ulang tahunnya. Nama yang sekaligus menggambarkan kepribadiannya.
"Cocok" gumamku dalam hati.
Aku lalu berjabatan tangan dengannya, sekaligus memberinya ucapan selamat. Aku berharap, apa yang selalu ia impikan dapat terwujud. Tangannya halus sekali. Rasanya tak mau melepaskannya lagi. Namun segerombolan manusia yang sementara antre memaksaku untuk harus segera meninggalkannya.
"Apa kita bisa berjumpa lagi?" bahtin ku bertanya. Harapanku semoga saja iya. Aku belum sempat memperkenalkan namaku padanya.
Tiba-tiba perutku menjadi sangat sakit. Mungkin ini disebabkan oleh daging ayam yang ku santap tadi. Aku terlalu banyak makan saat di pesta. Aku berlari sekuat tenaga menuju toilet yang berada di ujung koridor. Lega rasanya setelah mengeluarkan beban yang membuatku tersiksa. Beban yang jika ditahan terlalu lama maka bisa meracuniku sendiri. Aku hanya seorang diri di situ. Teman-temanku yang lain sedang berkumpul di aula. Aku mendengar suara motor lewat, tak berapa lama terdengar suara anak kecil yang sepertinya  minta untuk digendong. Tapi, tiba-tiba terdengar sebuah tawa. Tawa yang membelah keheninganku dalam sekejab. Tawa yang perlahan dan lama-lama membumbung tinggi di udara. Melengking di telingaku. Aku menjadi takut.
"Suara apa ini? Apa ini hantu?"
Aku tak tahu. Yang jelas hanya ada aku seorang diri di sana, bersama sebuah bola lampu yang menerangiku dari gelapnya malam yang mencekamkam ini. Suara itu masih terdengar, bahkan kali ini lebih dekat denganku. Sepertinya ia telah ada di dalam ruangan bersama dengan ku.
"Hi.... Hii.... Hiii"
Suara itu menggema di dalam ruangan, membuat telingaku menjadi sakit. Aku kemudian cepat-cepat berlari ke luar tanpa menoleh ke belakang. Ku dobrak pintu yang menghalangi jalanku. Nafasku kini mulai tak beraturan. Aku seperti baru saja mengikuti lomba lari 100 m.
"Tadi itu apa? Dan siapa pemilik suara itu? Apa hubungannya dengan diriku?"
Aku jadi ingin tahu, tapi ketakutan yang mengalir di dalam diriku membuatku tak punya nyali untuk kembali ke sana lagi. Biarlah ini menjadi rahasiaku seorang diri.
Aku berjalan ke arah teman-temanku. Ku pasang senyum manis yang menyembunyikan kenyataan yang baru saja terjadi padaku. Aku tak mau seorangpun yang tahu tentang hal ini.
"Kamu lama banget? Lagi nyari harta karun di sana ya?" sindir Toni.
"Ya nggak lah? Enak aja kamu bilang gitu?" jawabku.
"Atau kamu lagi mikirin Anggun di sana ya?" ejek Vian.
"Sok tau kamu! Terserah deh kalian mau ngomong apa aja. Aku tadi di sana cuma buang air besar, jelas?" balasku lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
-----

Keesokan malam, aku hanya berdiam diri di tempat tidur. Mendengarkan lagu-lagu terbaru di stasiun radio favoritku. Headset terpasang dengan baik di kedua telingaku. Aku mulai bernyanyi sendiri. Ku bayangkan diriku sendiri yang sedang bernyanyi di hadapan puluhan ribu penonton dan fans ku. Sebenarnya, kami dilarang membawa barang-barang elektronik ke asrama. Tapi, aku membawanya secara diam-diam. Aku merasa perlu, karena dengan begitu aku bisa mendengar perkembangan terbaru dari dunia luar. Kalau tidak, yang ada aku menjadi orang yang sama sekali ketinggalan dengan informasi. Lagi pula, aku dan teman-teman sama sekali tidak pernah menonton TV saat kami tinggal di asrama ini.
Aku lalu menutup mata. Tak tahu berapa lama aku tertidur. Kemudian aku bangun kembali. Hanya gelap yang ku dapat. Aku jadi tak bisa melihat apa-apa. Ku ambil senter kecilku, kemudian ku terangi ruangan besar ini. Ternyata sudah waktunya untuk istirahat. Anak-anak kelihatan tidur begitu lelap, sampai mereka tak menyadari bahwa lampu ruangan tidak menyala, alias mati lampu. Di saat ingin ku tarik selimut sebagai penghangat di malam yang dingin itu, muncullah seseorang di hadapanku. Seseorang yang kepalanya berlumuran darah. Darah yang begitu segar. Sepertinya dia baru saja membunuh seseorang dan kini dia mengincarku sebagai korban sembelihan berikutnya. Kepalanya botak mengkilap di saat sinar bulan berhasil mengenai kepalanya. Aku kemudian menginjaknya dan kemudian ia terlempar dari tempat tidurku yang ketinggiannya mencapai 2 m.
"Joni... Joni... Bangun Jon..!!" ku bangunkan Joni yang tidur di samping kiriku dengan panik. Aku harap dia segera bangun. Tapi apa yang ku lakukan sama sekali tidak berguna. Ia seperti telah dibius dan kini tak bisa merasakan apa-apa lagi.
"Tolong... Tolong...!!" teriakku sekuat mungkin untuk meminta pertolongan, namun tak ada yang terjaga dari tidurnya. Aku beranikan diri untuk menatap ke bawah. Melihat apakah orang yang tadi ku tendang masih tergeletak di sana atau tidak. Aku tak melihat apa-apa. Ku alihkan senter ke berbagai tempat, namun sama saja.
"Aneh, padahal ini belum terlalu lama"
Aku lalu turun untuk memastikannya.
"Pasti darah segar masih ada di sekitar sini"
Kemudian aku mencarinya dengan cahaya senter milikku. Namun nihil. Aku bagai mencari jejak di atas air. Ini sama sekali tidak masuk di akal.
Aku kembali ke tempat tidur. Menarik selimut lalu menutupi diriku. Sebenarnya aku masih ketakutan, tapi ku coba untuk hilangkan semua itu. Di saat ingin ku tutup mata, ku rasakan sesuatu yang lewat.
"Apa lagi ini?"
Baru saja sesuatu yang aneh terjadi, muncul kejadian yang baru lagi. Aku coba mengintip dari baliknya selimut yang ku pakai. Sesuatu berbentuk manusia. Tingginya mencapai 3 meter, hampir sama tinggi dengan bangunan ini. Rambutnya putih memanjang. Berjalan menyusuri koridor.
"Siapa gerangan?"
Aku tak sanggup mendekatinya. Aku lebih memilih diam di tempat dan mengamatinya dari kejauhan.
"Apa mungkin dia hantu?" tanyaku penasaran.
Kini ia mendekati pintu keluar. Dan apa yang terjadi?
Pintu itu terbuka dengan sendirinya. Tanpa ia sentuh sedikitpun. Sungguh menakjubkan. Aku terkesan dibuatnya. Aku terbelalak. Setelah kakinya menyentuh teras bagian luar, pintu itu tertutup dengan sendirinya lagi.
Aku bangun seketika lalu berjalan keluar untuk mengikutinya. Tapi ia hilang tanpa meninggalkan jejak. Aku benar-benar kehilangan dia.
"Tadi itu siapa? Apa dia penjaga asrama?" aku coba menerka-nerka.
"Tapi, tidak mungkin dia orangnya. Dia belum pernah terlihat semenjak aku tinggal di asrama ini!"
Aku terus saja bertanya pada diriku sendiri, tapi sama sekali tidak ku temukan satu jawaban pun yang dapat mengunkapkan identitasnya. Aku terdiam. Hal-hal aneh mulai terjadi belakangan ini pada diriku. Aku menengadah ke atas, menatap sinar rembulan yang tampak begitu terang.
"Hey, apa kau tahu ke mana perginya orang tadi" tanyaku pada Dewi malam. Tak ada jawaban yang terdengar. Aku seperti orang gila malam itu. Melihat tingkah ku ini, aku jadi tertawa sendiri.

-----

Aku tak menceritakan kejadian semalam kepada siapa pun, termasuk Joni dan Vian. Malam berikutnya aku berusaha untuk tetap terjaga. Aku menunggu kehadiran makhluk itu kembali lagi dalam ketakutan yang merasuki seluruh alam pikiranku. Tapi, aku berusaha untuk menepis semuanya.
Kali ini suasananya sedikit berbeda di malam sebelumnya. Lampu begitu terang menghiasi setiap sudut ruangan ini. Aku ditemani dengan sebuah novel. Aku membuka satu per satu halamannya dan mulai membaca setiap kata yang tertera pada kertas kuning yang tampak kusam di mataku
"Apa kali ini dia akan datang?"
Aku telah menunggu selama 2 jam, tetapi aku belum melihat sesuatu yang terjadi seperti malam kemarin. Aku hanya bisa mendengar dengkuran teman-temanku sambil melihat air liurnya berlumuran membanjiri bantal. Sungguh pemandangan yang sangat menjijikkan.
"Hoaammm,,"
Rasa kantuk kini mulai menghampiri diriku. Aku kemudian meletakkan novel di bawah bantal. Ku katupkan tangan dan sebait doa ku panjatkan kepada Yang Kuasa atas penyertaanNya padaku selama hari ini. Setelah selesai dengan ritual rutinku, aku langsung membaringkan badankku dia atas tempat tidur kayu yang beralaskan tikar.
Beberapa menit setelah ku menutup mata, aku dikejutkan oleh suara hentakan kaki.
"Apa ini?"
Aku langsung bangun dari tempat tidur. Ku lihat Joni berjalan keluar ruangan. Tapi ada yang aneh dengannya. Ia berjalan dengan mata tertutup. Aku mengikuti gerak-geriknya dari belakang. Ia menuntunku sampai tepat di ujung tanjung.
"Apa yang ia lakukan tengah-tengah malam begini di sana?"
Ya, di belakang asrama kami terdapat sebuah tanjung, yang di bawahnya terdapat sekumpulan air yang kita sebut laut. Ada juga beberapa pohon besar di sana. Berdiri begitu gagah meskipun diterpa oleh angin laut yang begitu kencang. Tapi itu sama sekali tidak membuatnya rubuh melainkan tetap tumbuh menjulang tinggi ke angkasa.
"Joni.... Joni...! Sadar Jon!" aku memanggilnya sekeras mungkin. Tapi tak ada balasan apa-apa!"
"Joni... Jon...!!" panggilku sekali lagi saat ku lihat kaki kirinya telah melangkah ke ujung tanjung.
Aku berlari sekuat tenaga untuk mencegahnya sekaligus membangunkannya dari mimpi buruknya ini. Di saat aku ingin meraih tangannya, ia malah duluan melangkah sehingga aku tak berhasil menggapainya. Tapi sungguh aneh. Tubuhnya sama sekali tidak jatuh, melainkan ia terus berjalan. Ia bagaikan melayang di udara. Ia berjalan sambil meneriakkan nama ibunya.
Setelah berada cukup jauh dariku, baru ia terjaga dari tidurnya. Kejadian pun tak terhindarkan. Ia langsung terjatuh.
"Ahhhh..." teriakannya memecah keheningan malam itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar