Aku
tak menyangka semua ini akan terjadi. Semua di luar prediksiku. Maaf, bukan
maksudku untuk menghindar dari dirimu, tetapi sungguh aku tak kuasa untuk
menahannya. Kau bilang akan mengatakan sesuatu, sesuatu yang menurutmu begitu
penting dan harus dibicarakan denganku. Semalam aku terus
berpikir apa yang nantinya kau katakan, mencoba menebak apa yang akan
diutarakan untukku. Namun saat bertemu, kau tak sanggup mengeluarkan sepatah
katapun. Kau diam membisu. Apa kau ingin mempermainkanku dengan semua janjimu? Jujur, aku sangat marah. Marah sekali padamu
karena telah mengikari janji yang kau buat sendiri. Kalau memang tak bisa
menepatinya, lebih baik kau tak memberitahukannya dari awal. Biar aku
tidak penasaran dengan apa yang ingin kau sampaikan. Atau apa kau pikir aku
hantu? Sampai-sampai kau tak berani mengangkat wajah dan memandangiku. Apakah
ketakutanmu lebih besar dari pada percaya dirimu? Sadarlah! Aku tak akan
memakanmu! Aku manusia biasa, bukan binatang buas yang kelaparan dan ingin
memangsamu. Aku tadi sempat
bertanya, "Ada apa denganmu?", tapi kau malah berkata tak ada
apa-apa. Lalu mengapa kau menangis waktu itu? Tak mungkin seseorang menangis
tanpa alasan! Kau tau maksudku kan?
Malam
ini aku terjaga dari tidurku. Aku begitu kacau. Ku berjalan keluar sambil
mencari tempat yang cocok buat menenangkan pikiranku dari kejadian hari ini.
Udara malam yang begitu dingin tak menyurutkan niatku untuk terus berjalan
menyusuri kota kecil ini. Ku tatap langit malam ini yang begitu cerah, meskipun
tadi aku sempat berteduh karena hujan mengguyur tempat ini. Ku pandangi bintang
yang sedang bercahaya menemani langit sepanjang malam. Ia begitu
setia. Satu bintang jatuh, ku panjatkan sebuah permohonan. Semoga saja
dikabulkan.
Aku
beranjak pulang. Ku lihat sekelilingku. Beberapa kios kecil mulai membukakan
pintu dan mengeluarkan dagangannya. Segerombolan orang datang dari arah utara sambil memegang sapu dan serokan. Anak-anak
remaja terlihat asyik menikmati minuman keras di pojok bangunan sambil bicara
tak jelas. Ku dengar bunyi sepeda motor yang begitu nyaring hingga membuat
sakit telinga. Sepertinya aksi balap liar sudah dimulai. Aku terkejut dan
berteriak histeris saat melihat seekor kucing hitam yang baru saja lewat dari hadapanku. Tinggal sedikit lagi aku
masuk dalam selokan. Andai saja ada yang melihat sikapku tadi, pasti mereka
sudah tertawa geli sambil guling-guling di bawah. :D
Gara-gara
ingin bertemu denganku dan meminta maaf dariku kau nekat menempuh perjalanan
yang cukup jauh. Sudah ku bilang jangan mencariku, tapi kau bersikeras. Tak mau
mendengarku. Kau tetap saja pada pendirianmu serta tak memedulikan semua hal
yang akan terjadi padamu. Aku salut serta iri dengan sikapmu untuk mendapatkan
maaf itu. Patut ku ancungi jempol. 4 jempol sekalian buat kamu. (Biar aku tak
punya jempol lagi)
Akibatnya,
saat pulang kau terjatuh di depan rumah, karena pusing. Kau mengeluarkan air
mata terlalu banyak. Aku tahu, itu karena kau menunggu permintaan maafmu
diterima kan? Aku tahu kau menangis tersedu karena sudah berbuat salah padaku
kan? Meski pun kau
mengelak, aku tetap tahu. Itu semua tak bisa dipungkiri kebenarannya. Air mata yang kau keluarkan
mempengaruhi pusat sarafmu. Menguras semua tenagamu, akhirnya membuat kepalamu
sakit dan kau harus dirawat karena kaki tanganmu memar akibat jatuh dengan
motor. Dasar bodoh! Sudah ku bilang jangan datang bukan?
Aku
jadi merasa bersalah sekali padamu. Andai saja aku mengatakannya lebih awal,
pasti kejadian itu tak terjadi. Ini semua karena aku. Aku yang membuatmu harus menanggung derita itu. Arrrrgggggghh....!!!
Aku
minta maaf, sikapku terlalu berlebihan untukmu. Aku minta maaf, atas semua
kesalahan yang telah aku lakukan untukmu. Aku minta maaf, karena telah menceritakan
semua isi diarymu. Aku minta maaf karena terlalu ingin tahu soal Mr. X. Aku
minta maaf karena telah membuatmu tak bersemangat. Aku pantas dimarahi. Aku
Cuma ingin menghibur dirimu, tapi tak ku sangka kau merasakan yang sebaliknya.
Semua pengungkapanku tentang diarymu hanya tebakanku saja. Aku tak pernah
berpikir bahwa semuanya benar. Maaf
kalau aku telah lancang mengetahui apa yang seharusnya menjadi privasimu.
Saat
kau bilang kau berusaha menahan air matamu agar tak jatuh dihadapanku, aku
langsung tersadar dengan semua sikapku
pada dirimu. Aku telah membuatmu menangis di dalam hati. Aku tahu
bagaimana rasanya, karena aku sendiri juga pernah merasakan hal yang sama. Aku
sungguh minta maaf sekali. Kalau ada cara agar kau bisa memaafkanku katakanlah.
Soal dirimu, tak usah khawatir karena aku telah memaafkanmu dari hati terdalam.
Aku tak bisa memarahi sesorang lebih dari sehari.
Mulai
hari ini aku berjanji, tak akan pernah bertanya dan mengganggumu soal “diary” itu lagi. Aku takan mengungkitnya kembali. Aku tak akan membuatmu tersakiti lagi
dengan semua sikapku. Akan ku kurangi semua rasa ingin tahuku yang terlalu
berlebihan tentang dirimu. Aku berjanji tak akan mengulanginya lagi. Dan
aku jamin akan menepatinya!
Maaf,
soal perkataanku tentang dirimu yang lebih memilih curhat ke kertas putih. Itu
bukan salahmu. Aku yang salah.
Seharusnya aku tak berkata demikian. Maklum lah, aku masih labil. Apa yang ada
di benakku langsung keluar begitu saja tanpa aku telaah terlebih dahulu. Hari ini aku merenungkan tentang hal
itu, dan yang ku dapat ialah masing-masing orang berhak untuk menentukan
pilihannya. Aku terlalu memaksa dirimu untuk mengikuti semua kehendakku. Kalau
soal pacaran, itu terserah kamu saja deh! Aku Cuma sekedar memberi saran saja.
Mau diikuti atau tidak, tak jadi masalah. Aku tahu kau sudah
bisa memilah yang terbaik untukmu. Soal apa yang ingin kau sampaikan padaku,
lupakan saja. Aku sekarang tak ingin tahu lagi. Tak memedulikannya lagi. Pokoknya
semua terserah kamu saja deh.
Aku
sekarang belajar berpikir positif saja, dan mengambil hikmah dari semua
kejadian yang ku alami serta mengubah diriku untuk menjadi lebih baik lagi.
Maaf, aku tak bisa jadi teman yang baik untukmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar