Rabu, 21 Mei 2014

MAAF AKU TAK BISA JADI TEMAN YANG BAIK



Aku tak menyangka semua ini akan terjadi. Semua di luar prediksiku. Maaf, bukan maksudku untuk menghindar dari dirimu, tetapi sungguh aku tak kuasa untuk menahannya. Kau bilang akan mengatakan sesuatu, sesuatu yang menurutmu begitu penting dan harus dibicarakan denganku. Semalam aku terus berpikir apa yang nantinya kau katakan, mencoba menebak apa yang akan diutarakan untukku. Namun saat bertemu, kau tak sanggup mengeluarkan sepatah katapun. Kau diam membisu. Apa kau ingin mempermainkanku dengan semua janjimu?  Jujur, aku sangat marah. Marah sekali padamu karena telah mengikari janji yang kau buat sendiri. Kalau memang tak bisa menepatinya, lebih baik kau tak memberitahukannya dari awal. Biar aku tidak penasaran dengan apa yang ingin kau sampaikan. Atau apa kau pikir aku hantu? Sampai-sampai kau tak berani mengangkat wajah dan memandangiku. Apakah ketakutanmu lebih besar dari pada percaya dirimu? Sadarlah! Aku tak akan memakanmu! Aku manusia biasa, bukan binatang buas yang kelaparan dan ingin memangsamu. Aku tadi sempat bertanya, "Ada apa denganmu?", tapi kau malah berkata tak ada apa-apa. Lalu mengapa kau menangis waktu itu? Tak mungkin seseorang menangis tanpa alasan! Kau tau maksudku kan?
Malam ini aku terjaga dari tidurku. Aku begitu kacau. Ku berjalan keluar sambil mencari tempat yang cocok buat menenangkan pikiranku dari kejadian hari ini. Udara malam yang begitu dingin tak menyurutkan niatku untuk terus berjalan menyusuri kota kecil ini. Ku tatap langit malam ini yang begitu cerah, meskipun tadi aku sempat berteduh karena hujan mengguyur tempat ini. Ku pandangi bintang yang sedang bercahaya menemani langit sepanjang malam. Ia begitu setia. Satu bintang jatuh, ku panjatkan sebuah permohonan. Semoga saja dikabulkan.
Aku beranjak pulang. Ku lihat sekelilingku. Beberapa kios kecil mulai membukakan pintu dan mengeluarkan dagangannya. Segerombolan orang datang dari arah utara sambil memegang sapu dan serokan. Anak-anak remaja terlihat asyik menikmati minuman keras di pojok bangunan sambil bicara tak jelas. Ku dengar bunyi sepeda motor yang begitu nyaring hingga membuat sakit telinga. Sepertinya aksi balap liar sudah dimulai. Aku terkejut dan berteriak histeris saat melihat seekor kucing hitam yang baru saja lewat dari hadapanku. Tinggal sedikit lagi aku masuk dalam selokan. Andai saja ada yang melihat sikapku tadi, pasti mereka sudah tertawa geli sambil guling-guling di bawah. :D
Gara-gara ingin bertemu denganku dan meminta maaf dariku kau nekat menempuh perjalanan yang cukup jauh. Sudah ku bilang jangan mencariku, tapi kau bersikeras. Tak mau mendengarku. Kau tetap saja pada pendirianmu serta tak memedulikan semua hal yang akan terjadi padamu. Aku salut serta iri dengan sikapmu untuk mendapatkan maaf itu. Patut ku ancungi jempol. 4 jempol sekalian buat kamu. (Biar aku tak punya jempol lagi)
Akibatnya, saat pulang kau terjatuh di depan rumah, karena pusing. Kau mengeluarkan air mata terlalu banyak. Aku tahu, itu karena kau menunggu permintaan maafmu diterima kan? Aku tahu kau menangis tersedu karena sudah berbuat salah padaku kan? Meski pun kau mengelak, aku tetap tahu. Itu semua tak bisa dipungkiri kebenarannya. Air mata yang kau keluarkan mempengaruhi pusat sarafmu. Menguras semua tenagamu, akhirnya membuat kepalamu sakit dan kau harus dirawat karena kaki tanganmu memar akibat jatuh dengan motor. Dasar bodoh! Sudah ku bilang jangan datang bukan?
Aku jadi merasa bersalah sekali padamu. Andai saja aku mengatakannya lebih awal, pasti kejadian itu tak terjadi. Ini semua karena aku. Aku yang membuatmu harus menanggung derita itu. Arrrrgggggghh....!!!
Aku minta maaf, sikapku terlalu berlebihan untukmu. Aku minta maaf, atas semua kesalahan yang telah aku lakukan untukmu. Aku minta maaf, karena telah menceritakan semua isi diarymu. Aku minta maaf karena terlalu ingin tahu soal Mr. X. Aku minta maaf karena telah membuatmu tak bersemangat. Aku pantas dimarahi. Aku Cuma ingin menghibur dirimu, tapi tak ku sangka kau merasakan yang sebaliknya. Semua pengungkapanku tentang diarymu hanya tebakanku saja. Aku tak pernah berpikir bahwa semuanya benar.  Maaf kalau aku telah lancang mengetahui apa yang seharusnya menjadi privasimu.
Saat kau bilang kau berusaha menahan air matamu agar tak jatuh dihadapanku, aku langsung tersadar dengan semua sikapku  pada dirimu. Aku telah membuatmu menangis di dalam hati. Aku tahu bagaimana rasanya, karena aku sendiri juga pernah merasakan hal yang sama. Aku sungguh minta maaf sekali. Kalau ada cara agar kau bisa memaafkanku katakanlah. Soal dirimu, tak usah khawatir karena aku telah memaafkanmu dari hati terdalam. Aku tak bisa memarahi sesorang lebih dari sehari.
Mulai hari ini aku berjanji, tak akan pernah bertanya dan mengganggumu soal “diary” itu lagi. Aku takan mengungkitnya kembali. Aku tak akan membuatmu tersakiti lagi dengan semua sikapku. Akan ku kurangi semua rasa ingin tahuku yang terlalu berlebihan tentang dirimu. Aku berjanji tak akan mengulanginya lagi. Dan aku jamin akan menepatinya!
Maaf, soal perkataanku tentang dirimu yang lebih memilih curhat ke kertas putih. Itu bukan salahmu. Aku yang salah. Seharusnya aku tak berkata demikian. Maklum lah, aku masih labil. Apa yang ada di benakku langsung keluar begitu saja tanpa aku telaah terlebih dahulu. Hari ini aku merenungkan tentang hal itu, dan yang ku dapat ialah masing-masing orang berhak untuk menentukan pilihannya. Aku terlalu memaksa dirimu untuk mengikuti semua kehendakku. Kalau soal pacaran, itu terserah kamu saja deh! Aku Cuma sekedar memberi saran saja. Mau diikuti atau tidak, tak jadi masalah. Aku tahu kau sudah bisa memilah yang terbaik untukmu. Soal apa yang ingin kau sampaikan padaku, lupakan saja. Aku sekarang tak ingin tahu lagi. Tak memedulikannya lagi. Pokoknya semua terserah kamu saja deh.
Aku sekarang belajar berpikir positif saja, dan mengambil hikmah dari semua kejadian yang ku alami serta mengubah diriku untuk menjadi lebih baik lagi. Maaf, aku tak bisa jadi teman yang baik untukmu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar